"Silakan petani dan daerah mengajukan CPCL usulannya ke pusat, untuk para penyuluh saya minta secepatnya megidentifikasi lahan dan segera dimasukkan CPCL ke dinas kabupaten," ucapnya.
Lebih lanjut, Roland menjelaskan, sinergisme dan kerja sama semua pihak merupakan salah satu kunci keberhasilan penanganan dampak bencana. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulteng pun ambil bagian melalui tata pengelolaan air di lahan kering, demonstrasi teknologi tanaman monokultur jagung dan polikultur (tumpangsari tanaman/turiman), introduksi varietas unggul baru (VUB) komoditas padi dan jagung toleran kekeringan yaitu Inpago 8 dan jagung varietas lamuru dan sukmaraga, serta dukungan inovasi kelembagaan petani.
Baca Juga: Kebijakan Kementan Buat Pertanian Jadi Harapan Baru Keuangan Indonesia
"Tata pengelolaan air menjadi agenda prioritas karena permasalahan utama yang terjadi pada lahan kering terdampak gempa adalah tidak tersedianya air untuk pemenuhan kebutuhan daya pegang air (water holding capacity) yang rendah," jelasnya.
Menurut Roland, sebagai alternatif solusinya diintroduksikan teknologi sumber/sumur air dangkal dan irigasi menggunakan water gun sprinkler yang dapat menghemat penggunaan air. Air akan merata dan tepat jatuh dititik tumbuh tanaman dengan jangkauan sejauh 14 meter.
"Sedangkan untuk peningkatan produkivitas lahan ditempuh melalui rekayasa sistem tanam secara tumpangsari," sebutnya.
Pada saat Gerakan Percepatan dilakukan pula verifikasi data standing crop luas baku sawah Tim ArcGIS dan selama melakukan sosialisasi dan dapat menemukan tambahan luas baku dan disarankan Tim ArcGIS tetap melanjutkan dan merapikan pemetaan di lapangan dengan poligon-poligon yang tepat dan lebih akurat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: