Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pasar Ekspor Terbuka Lebar, Kementan Rangsang Pengembangan 'Si Beneng' Asal Banten

Pasar Ekspor Terbuka Lebar, Kementan Rangsang Pengembangan 'Si Beneng' Asal Banten Kementan Kembangkan Budidaya Umbi Porang Untuk Ekspor. | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pertanian (Kementan) hingga saat ini masih konsisten mendorong pengembangan budi daya talas (colocasia esculentum) sebagai bahan baku ekspor. Pasar ekspor talas yang masih terbuka lebar menjadi alasan utama pemerintah bersemangat kembangkan budi daya talas, salah satunya 'Si Beneng' talas asal Banten.

Kepala Subdirektorat Ubikayu dan Aneka Umbi Lainnya, Cornelia mengatakan, talas merupakan komoditas pangan alternatif yang mulai populer dikembangkan di Indonesia karena memiliki nilai dan prospek ekonomi yang cukup bagus, khusunya sebagai bahan pangan dan komoditas ekspor ke Jepang. Pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar karena semakin menyempitnya lahan pertanian di Negeri Sakura.

"Dari luas lahanya itu, Jepang hanya bisa memenuhi 250 ribu ton per tahun, atau 65,7% dari total kebutuhan per tahun sebesar 380 ribu ton. Ini sebenarnya peluang kita untuk mengembangkan talas beorientasi ekspor. Kami dorong terus petani agar mulai meningkatkan nilai tambah talas," kata Cornelia di Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Baca Juga: UU Pertanian Jangan Menyusahkan Petani

Perlu diketahui, jenis umbi-umbian ini memiliki sebutan lain di setiap daerah, di antaranya empeu (Aceh), bete (Manado dan Ternate), paco (Makassar), dan kaladi (Ambon). Berbeda dengan talas pada umumnya, talas beneng asal Pandeglang ini memiliki ukuran yang lebih jumbo dari talas biasa, dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai lebih dari 2 meter. Tanaman dengan nama latin xantoshoma undipes k koch ini baru mulai dikenal banyak orang sejak 2008.

Satibi, Ketua Kelompok Tani Sido Muncul 3, yang merupakan salah satu pembudi daya Si Beneng menyatakan, menanam umbi talas ini tidaklah rumit dan lebih menguntungkan. Ia biasa menanam Si Beneng di bawah tanaman lain dan di lereng bukit. Menanam talas jenis ini terbilang mudah karena tanaman ini tidak terpengaruh curah hujan yang sudah jarang seperti sekarang ini.

"Perbedaan Si Beneng dengan talas lainnya adalah umbi batang yang dipanen berukuran panjang dan besar serta berada di atas permukaan tanah, sedangkan pada talas biasa, umbi batang yang dipanen adalah umbi yang terpendam di dalam tanah," katanya.

Dudi Supriyadi, penyuluh di Kabupaten Pandeglang, menjelaskan, panjang umbi Si Beneng yang siap dipanen bisa mencapai 1,2 sampai 1,5 meter dan bobotnya sekitar 35 hingga 45 kg jika dipanen saat berumur 2 tahun.

Namun, biasanya petani di Banten memanen saat umur 6 hingga 8 bulan. Setelah umbi dipanen biasanya kelompok wanita tani (KWT) dan UMKM sekitar akan mengolah umbi tersebut untuk meningkatkan nilai tambah Si Beneng.

"Si Beneng ini banyak dibudidayakan di Kecamatan Karang Tanjung, Pandeglang, Majasari, Kadu Hejo, Mandalawangi, Saketi, Menes, Pulosari , Jiput, Carita, Cisata, dan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. Hingga saat ini budi daya Si Beneng masih terus dimaksimalkan karena melihat potensi dan permintaan pasar," jelas Dudi.

Baca Juga: Wih, Ekspor Talas Beku Tembus ke Jepang

Menurut pria yang dikenal sebagai penggiat talas beneng ini, Si Beneng umumnya dipasarkan ke masyarakat dalam bentuk segar serta olahan berupa keripik talas. Sementara untuk tepung talas beneng akan diolah menjadi donat talas, mie talas, ice cream talas, brownies talas, dan aneka kue kering.

Hingga saat ini, lanjut Dudi, produksi Si Beneng per bulan di Kabupaten Pandeglang dapat mencapai 28 ton per bulan dan dijual dalam bentuk tepung ke area Jabodetabek sekitar 3 sampai 4 ton per bulan. Sementara bentuk segar dipasarkan ke Malang untuk diekspor ke Belanda dengan volume 16 sampai 20 ton per bulannya.

"Potensi talas beneng untuk dikembangkan masih sangatlah besar, terutama untuk aneka pangan lokal yang saat ini sedang banyak berkembang dan menggunakan talas sebagai bahan bakunya karena talas jenis ini mengandung protein yang lebih tinggi dan memiliki warna kuning yang menarik sehingga menjadi ciri tersendiri yang tidak dimiliki talas lain," terangnya.

Lebih lanjut Dudi menekankan, Si Beneng ini merupakan sebagai salah satu pangan alternatif potensial yang kebutuhan domestiknya mencapai 3 sampai 10 ton per bulan untuk produk tepung talas beneng dan 30 ton per bulan dalam bentuk umbi segar untuk memenuhi permintaan ekspor ke Belanda melalui pengerajin di Malang. Karena itu, potensi peningkatan produksi sangat dimungkinkan karena permintaan pasar belum dapat dipenuhi secara maksimal.

"Jadi, saat ini petani memerlukan dukungan pemerintah melalui bantuan sarana produksi pertanian untuk meningkatkan produksi Si Beneng," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: