Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

UU Pertanian Jangan Menyusahkan Petani

UU Pertanian Jangan Menyusahkan Petani Petani merontokkan gabah saat panen padi di lahan pertanian di Bogor, Jawa Barat, Senin (30/10). Sejumlah program pemerintah diintegrasikan untuk mewirausahakan petani di Jawa Barat, langkah kolaborasi sejumlah BUMN termasuk himpunan bank milik negara merupakan upaya dalam mendukung swasembada pangan dan kesejahteraan petani. | Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengesahan Undang-Undang (UU) Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan menyisakan permasalahan yang belum tuntas. UU ini yang disahkan DPR melalui Sidang Paripurna ke-10 pada bulan lalu ini justru tidak berpihak pada petani kecil.  Pasalnya, UU yang tujuan utamanya melindungi petani ini justru dinilai membatasi ruang gerak petani, khususnya petani kecil.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, indikasi pembatasan ruang gerak petani ini nampak dari beberapa pasal, seperti pasal 27 ayat (3) dan pasal 29 ayat (3).

Pasal 27 ayat (3) menimbulkan kontroversi karena menyebutkan petani kecil yang melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik harus melaporkan ke pemerintah. Padahal seharusnya pemerintah menjadi pihak yang proaktif dan bertanggung jawab mengumpulkan data dari petani.

Baca Juga: Komisi IV DPR Dukung RUU Sistem Budi Daya

"Untuk menyiasati hal ini, pemerintah sebaiknya mempersiapkan prosedur laporan yang semudah dan seefisien mungkin agar tidak memberatkan para petani. Jangan sampai pasal ini justru menghambat petani untuk terus mengembangkan benih secara mandiri. Petani seharusnya diberikan mekanisme pelaporan yang mudah sehingga mereka mau membantu secara sukarela," jelas Galuh melalui rilisnya, Jumat (17/9/2019).

Sedangkan pasal 29 ayat (3) berbunyi bahwa varietas hasil pemuliaan petani kecil dalam negeri hanya dapat diedarkan secara terbatas di satu wilayah kota/kabupaten. Ini sangat membatasi ruang gerak petani dan tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 99/PUU-X/2012 atas Uji Materi UU nomor 12 tahun 1992 Sistem Budi Daya Tanaman. Putusan MK justru memperbolehkan petani kecil mengedarkan varietas hasil pemuliannya tanpa pembatasan wilayah.

Galuh menegaskan, pemasaran ke wilayah lain oleh petani, walaupun itu lewat petani kecil, merupakan kesempatan yang baik untuk memperkaya plasma nutfah dan benih-benih lokal di Indonesia.

Baca Juga: RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan Berpihak pada Petani Kecil

Di luar dari kedua pasal kontroversial ini, beberapa pasal juga sudah ditambahkan dan bisa mengakomodasi keterlibatan sektor swasta untuk bisa mengimpor benih dari luar negeri guna pemuliaan, tetapi tetap saja dibatasi hanya jika benih yang dibutuhkan tidak tersedia dalam negeri.

"Keterlibatan sektor swasta untuk bekerja sama dengan petani dapat membantu petani melebarkan usahanya dan berpotensi menghasilkan benih yang lebih banyak dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. UU yang ada seharusnya mengakomodasi kebutuhan semua pihak, terutama petani sebagai produsen utama," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: