Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Melirik Tren PHK, AI, dan Otomasi di Era Transisi

Melirik Tren PHK, AI, dan Otomasi di Era Transisi Pimpinan peneliti teknologi dari Institute of Chartered Accountants in English and Wales (ICAEW), Kirstin Gillon, yang meneliti peran AI, big data, data analytics, keamanan siber, dan tekfin memaparkan pendapatnya terkait tren PHK dengan berkembangnya AI. | Kredit Foto: Bernadinus Adi Pramudita
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemutusan hak kerja atau yang sering disebut PHK kerap mewarnai lika-liku dunia perekonomian dari berbagai sektor. Pengambilan keputusan untuk melakukan PHK sering terjadi dengan alasan pelanggaran kontrak kerja, perampingan finansial, hingga yang baru-baru ini menjadi tren adalah menggantikan peran manusia dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Pimpinan peneliti teknologi dari Institute of Chartered Accountants in English and Wales (ICAEW), Kirstin Gillon, yang meneliti peran AI, big data, data analytics, keamanan siber, dan tekfin memaparkan pendapatnya terkait tren PHK dengan berkembangnya AI.

Baca Juga: Fileless, Ancaman Baru Serangan Siber

"Seperti inilah periode transisi, sekumpulan pekerjaan akan hilang dan sekumpulan pekerjaan akan tumbuh. Orang-orang harus memiliki kemampuan tertentu untuk bertahan di era disrupsi," katanya ketika diwawancarai oleh redaksi Warta Ekonomi, Jumat (11/10/2019).

Di era transisi dari era industri ketiga menuju keempat ini rupanya masih agresif seperti transisi dari era kedua menuju era ketiga. Pemanfaatan teknologi juga berimbas kepada pengurangan tenaga kerja yang berujung pada PHK.

Contohnya, pada bulan lalu perusahaan rintisan kuliner berbasis di India, Zomato, melakukan PHK kepada 540 karyawannya di bagian customer service karena menurutnya lebih efisien menggunakan AI. Tak jauh dari perusahaan e-commerce tanah air, Bukalapak, meski bukan digantikan oleh AI, perampingan finansial jadi alasan Bukalapak melakukan PHK sebanyak 100 karyawannya.

Kirstin menjawab hal tersebut lazim pada periode disrupsi dalam transisi menuju era revolusi industri keempat. Yang menjadi perhatian, menurut Kirstin, adalah bagaimana mengalihdayakan sumber daya manusia yang tidak memiliki keahlian yang relevan dengan perkembangan zaman.

"Di Amerika dulu terdapat banyak supir truk, lalu muncul truk tanpa supir. Mereka tidak mungkin mengalihdayakan supir truk menjadi software engineer, terlalu sulit," ujarnya.

Sebagai sebuah bagian dari negara, tentu individu berhak mendapatkan pendampingan dari pemerintah dalam menghadapi isu ini. "Pemerintah juga harus berpikir bagaimana membantu orang-orang untuk mendapatkan keahlian yang tepat dan bagaimana pemerintah dapat membantu mereka di periode transisi ini," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: