Pemerintah Tertibkan Pelaku Usaha dan Sempurnakan Kebijakan Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) selalu melakukan pengawasan baik secara targeting maupun sewaktu-waktu. Hal itu dilakukan dalam rangka menjamin good governance dan menjaga daya saing produk lokal. Menteri Keuangan (Menkeu) juga menegaskan bahwa pengawasan itu bertujuan untuk memberikan signal bahwa perekonomian Indonesia terus dijaga.
"Pada dasarnya, kami juga ingin mendukung kegiatan ekonomi dengan kepatuhan yang baik dan efisiensi yang tinggi sehingga daya saing ekonomi Indonesia juga meningkat," tegas Menkeu dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Baca Juga: Pengenaan Pajak IMEI Tengah Dibahas dengan Kemenkeu
Dari hasil pengawasan tersebut, DJBC telah melakukan upaya penertiban terhadap Pusat Logistik Berikat (PLB) dan non-PLB, sebagai berikut:
1. Pemblokiran terhadap 17 importir PLB (4 Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan 13 non-TPT) dan 92 importir non-PLB (TPT) dikarenakan tidak patuh menyampaikan SPT (SPT masa PPN dan SPT PPh tahunan);
2. Pemblokiran terhadap 27 importir PLB (9 TPT, 2 besi baja, dan 16 lainnya) dan 186 importir non-PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif;
3. Pencabutan dan pembekuan izin PLB terhadap 8 PLB dan 5 importir PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif;
4. Pemblokiran terhadap 1 importir PLB API-P khusus TPT dikarenakan menjual bahan baku tanpa diproduksi terlebih dahulu;
5. Pemblokiran terhadap 3 IKM fiktif di PLB; dan,
6. Pemblokiran terhadap 2 importir PLB API-U dikarenakan barang tidak sampai di tujuan dan akan dilakukan investigasi lebih lanjut.
Dalam melakukan evaluasi, DJBC selalu berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, berbagai asosiasi seperti Asosiasi Produsen Synthetic Fibre Indonesia (APSyFI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPKBI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI), dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), serta perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan produk tekstil.
Dari hasil evaluasi telah dikeluarkan perintah kepada seluruh jajaran untuk melakukan pengawasan dan penindakan dalam rangka penertiban. Pengawasan tersebut meliputi peningkatan kegiatan intelijen, peningkatan kegiatan pemeriksaan lapangan, penerapan risk management, serta peningkatan sinergi dalam investigasi/joint analysis antara DJBC dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Baca Juga: Kemenkeu Perluas Pembiayaan Infrastruktur Perguruan Tinggi
Selain itu, berbagai penyempurnaan kebijakan terkait PLB juga akan dilakukan melalui revisi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pusat Logistik Berikat, dengan substansi perubahan sebagai berikut:
1. Dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen atas importasi melalui PLB berdasarkan Manajemen Risiko;
2. Penerapan Risk Engine Pemeriksaan Fisik;
3. Persyaratan Profil Risiko tertentu;
4. Kewajiban cek eksistensi;
5. Pemberian akses IT Inventory dan CCTV kepada DJP; dan
6. Penyampaian hasil audit kepabeanan kepada DJP.
Berbagai penyempurnaan kebijakan akan terus dilakukan dengan substansi usulan revisi peraturan menteri terkait, antara lain, TPT Hulu dan Antara serta TPT Hilir. Untuk TPT Hulu dan Antara terdapat dua aturan. Pertama, penggabungan komoditas kelompok A dan kelompok B menjadi satu kelompok dan persyaratan tata niaganya hanya berupa Persetujuan Impor (PI) dan kuota saja. Kedua, penghapusan persyaratan laporan surveyor dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas bea cukai secara manajemen risiko.
Sementara itu, untuk TPT Hilir terdapat empat aturan. Pertama, importasi TPT Hilir diperketat dengan persyaratan PI dan kuota sama seperti sektor hulu dan antara dengan tujuan kesetaraan atau harmonisasi tata niaga hulu – hilir. Kedua, importasi TPT Hilir hanya boleh melalui pelabuhan tertentu saja. Ketiga, importasi TPT Hilir tidak memerlukan persyaratan LS dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas BC secara manajemen risiko. Keempat, pengurangan batasan barang kiriman garment semula 10 pcs menjadi 5 pcs untuk mengurangi ekses penertiban impor borongan yang berpindah ke barang kiriman.
Untuk lebih mengoptimalkan pengawasan akan dibentuk Satgas yang melibatkan seluruh pihak yang terkait. Kementerian Keuangan diwakili oleh DJBC dan DJP.
Pada akhirnya, pemerintah akan terus membuka pintu dalam menerapkan kebijakan terbaik agar dapat tercipta aturan yang inklusif bagi semua pihak guna menciptakan efisiensi sistem logistik nasional dalam rangka mendorong laju perekonomian Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Puri Mei Setyaningrum
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: