Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meramal Masa Depan Biodiesel dan CPO Indonesia

Meramal Masa Depan Biodiesel dan CPO Indonesia Siswa SD berjalan di samping tumpukan kelapa sawit di perkebunan kawasan Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/9/2019). Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia menyatakan produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 46,6 juta ton pada 2020. | Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tim Riset DBS Group menilai program B30-plus akan berperan sebagai bantalan jika harga Crude Palm Oil (CPO) terus turun, paling tidak mencegah harga CPO turun ke level di bawah US$450 per MT.

Pandangan ini tertuang dalam risetnya dengan judul Indonesia Biodiesel: A Game Changer, sebagaimana tertulis dalam siaran pers yang diterima hari ini, Rabu (16/10/2019).

Selain itu, percepatan program biodiesel juga dimaksudkan untuk memberi sinyal kepada Uni Eropa dan negara-negara lain bahwa industri minyak sawit Indonesia akan lebih mandiri dan akan mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor seiring berjalannya waktu dengan cara memacu permintaan CPO domestik, yang didukung oleh 200 juta populasi dan 16,5 juta kendaraan pada akhir 2018.

Biodiesel: Apa yang Baru?

Pertengahan Agustus lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimbau agar program B30 dipercepat ke Januari 2020, dan program B50 pada akhir 2020.

Baca Juga: Mau Kembangkan Biodiesel dalam Negeri, Peru Lirik Indonesia

Hal ini dinilai Tim Riset DBS Group sangat ambisius karena uji coba B30 masih sedang berjalan, dan lebih banyak tes diperlukan sebelum akhir tahun untuk memastikan pencampuran CPO yang lebih tinggi tidak membahayakan mesin dari kendaraan yang timbul dari tingkat keasaman CPO yang lebih tinggi dan sensitivitas pada suhu yang lebih rendah.

Jika dilihat kembali bagaimana B20 diluncurkan pada Oktober 2018, percepatan implementasi program biodiesel baru dapat dieksekusi dengan baik. Meskipun dampak B20 terhadap harga dan permintaan CPO global cukup minim pada penyerapan stok sebesar 4,5 juta MT tahun lalu di tengah permintaan berbasis makanan melemah tahun lalu.

"Namun, kami percaya bahwa pelaksanaan B30-B50 akan berbeda," ungkap Tim Riset DBS Group.

Program B30-B50 diharapkan menyerap lebih banyak stok CPO hingga 15 juta MT setiap tahun di mana jumlah ini signifikan. Mereka dapat meningkatkan total permintaan global sebesar 25%, di atas market size saat ini sebesar 60 juta MT. Bersamaan dengan itu, stok global hingga penggunaan dapat meningkat secara signifikan sehingga harga CPO dapat terangkat.

Harga CPO yang lebih tinggi dapat memberikan katalis yang sangat dibutuhkan untuk industri. Dengan harga yang tetap pada US$500 per MT untuk hampir sembilan bulan, dampak negatif yang dirasakan oleh industri tercermin dalam laporan keuanagan per kuartal yang kurang baik.

Urgensi untuk mendorong harga CPO melalui mandat biodiesel yang baru juga didukung oleh fakta bahwa nilai ekspor dan neraca perdagangan Indonesia terkait dengan harga CPO.

Selain menciptakan permintaan dari pasar lokal, dampak yang diharapkan dari program biodiesel ialah memisahkan harga CPO dari harga Soybean Oil (SBO). Jika dilihat secara hitoris, harga SBO menjadi penentu batas tertinggi harga CPO, dapat disimpulkan bahwa harga CPO dapat membaik jika rentang harga ke SBO menyempit menjadi kurang dari US$100 per MT.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: