Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meramal Masa Depan Biodiesel dan CPO Indonesia

Meramal Masa Depan Biodiesel dan CPO Indonesia Siswa SD berjalan di samping tumpukan kelapa sawit di perkebunan kawasan Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/9/2019). Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia menyatakan produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 46,6 juta ton pada 2020. | Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya

Pedang Bermata Dua

Meskipun rencana percepatan biodiesel terlihat menjanjikan dan pemain industri menyambut positif  pengumuman ini, menurut Tim Riset DBS Group, Indonesia perlu memperhatikan manfaat dan tantangan yang mungkin terjadi.

Keuntungannya adalah harga CPO, seperti yang disebutkan sebelumnya, mungkin mengalami kenaikan. Namun, karena harga CPO yang lebih kuat, tidak menutup kemungkinan tiba-tiba akan terjadi kekurangan CPO global dan pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga pangan.

Kemungkinan juga dapat terjadi secara tiba-tiba, kita membutuhkan lebih banyak produksi CPO, atau walaupun hal tersebut tidak terjadi, harga CPO dapat meningkat secara drastis dan menyebabkan CPO menjadi kurang menarik sebagai alternatif bahan bakar.

Baca Juga: Produksi CPO Indonesia dan Malaysia, Siapa Jadi Juara?

Selain itu juga, Indonesia sepertinya punya ruang terbatas untuk memperluas output di tengah kondisi yang saat ini kurang baik, di mana penanaman baru dalam skala kecil dan program penanaman kembali berjalan lambat di Indonesia.

Di situasi harga CPO yang tinggi, dana subsidi dalam CPO Fund dapat dengan cepat terkikis oleh pembengkakan subsidi biodiesel. Akan diperlukan lebih banyak subsidi untuk membuat biodiesel menjadi terjangkau, terutama jika selisih harga antara CPO dan minyak mentah melebar dengan signifikan atau jika harga minyak mentah jatuh secara tidak terduga.

Harga CPO yang lebih tinggi juga berarti bahwa lebih banyak pungutan ekspor CPO diperlukan untuk mengisi kembali dana CPO negara untuk alokasi subsidi.

Tantangan permintaan lainnya adalah apakah konsumen bahan bakar di Indonesia, baik pemain industri atau pemilik mobil pribadi, siap menggunakan biodiesel dengan campuran CPO yang lebih tinggi untuk menjalankan mesin kendaraan mereka.

Pengemudi mungkin menerima program biodiesel tersebut, tetapi mobil mereka mungkin tidak. Teknologi mesin mobil di Indonesia dirancang untuk menggunakan bahan bakar berbasis minyak, dan CPO memiliki karakteristik yang berbeda, terutama karena CPO memiliki tingkat keasaman dan sensitivitas yang lebih tinggi pada suhu yang rendah.

Pemantauan terhadap uji jalan biodiesel juga merupakan faktor yang krusial. Saat ini, line-up mobil produksi massal yang ada sedang diuji dengan biodiesel dan sejauh ini kemajuannya terlihat menjanjikan, tanpa kerusakan besar atau penurunan kinerja mesin untuk biodiesel B30.

"Namun, kita juga perlu meyakinkan produsen mobil untuk tidak membatalkan garansi mobil jika kita mengisi bahan bakar mobil dengan biodiesel," jelas Tim Riset DBS Group. 

Selain itu, biodiesel dengan campuran CPO lebih tinggi mungkin tidak cocok sama sekali untuk mobil yang lebih tua dengan teknologi mesin usang dan rentan terhadap masalah mesin karena kandungan keasaman CPO yang lebih tinggi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: