- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Maraknya Aksi Jual Asing, Incar Sektor Saham yang Sensitif Sama . . .
Maraknya aksi jual investor asing di bursa saham Indonesia selama beberapa bulan terakhir membuka peluang investasi di sejumlah sektor dengan prospek fundamental positif, terutama sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
"Risk off sentiment yang menyebabkan terjadinya arus jual oleh investor asing di pasar saham menawarkan peluang investasi di beberapa sektor yang memiliki prospek fundamental cukup baik," kata Senior Portofolio Manager-Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia, Samuel Kesuma di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Samuela menilai, keputusan berinvestasi seharusnya juga fokus pada identifikasi peluang melalui proyeksi makro ekonomi dan analisa fundamental di masing-masing emiten. Samuel menyebutkan, saat ini kondisi makro menunjukkan adanya tren penurunan suku bunga dan laju inflasi yang tetap terkendali.
"Situasi tersebut mendukung pilihan kami pada emiten dengan fundamental solid di beberapa sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga," ujar Samuel.
Baca Juga: Ditopang Isu Stock Split, Asing Suntik Ratusan Miliar ke Saham BCA
Pasalnya, sepanjang tahun 2019 Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga acuan (BI 7day Reverse Repo Rate sebanyak tiga kali atau mencapai 0,75 persen menjadi 5,25 persen. Dia memperkirakan, pemangkasan BI 7day Reverse Repo Rate akan berlanjut, lantaran tingkat suku bunga masih kompetitif di lingkup regional.
"Ruang pemangkasan suku bunga lebih lanjut terlihat dari suku bunga riil Indonesia yang masih kompetitif, jika dibandingkan dengan negara kawasan Asia yang memiliki defisit neraca berjalan, seperti India dan Filipina," kata Samuel.
Menurutnya, keputusan untuk menempatkan modal di sektor berfundamental positif tersebut juga harus memperhatikan arah kebijakan pemerintah, terutama setelah pembentukan kabinet baru, agar bisa mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai prospek di masing-masing sektor.
"Sebagai bagian dari ekonomi dunia, kinerja bursa saham domestik tentunya juga akan banyak dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi maupun kestabilan politik global. Saat ini perekonomian AS mulai melambat, pasar keuangan melemah, tekanan terhadap Presiden Donald Trump meningkat menjelang Pemilu 2020," jelasnya.
Baca Juga: IHSG Pamit dari Level 6.000, Ratusan Miliar Modal Asing Menguap!
Manulife memperkirakan bahwa Federal Reserve AS masih akan memangkas Fed Fund Rate sebesar 50 basis poin dalam kurun enam bulan ke depan. "Kebijakan moneter akan digunakan untuk mengimbangi efek negatif resesi manufaktur global, risiko perlambatan ekonomi dari kebijakan moneter ketat di 2018 dan guncangan akibat konflik dagang," ucapnya.
Dia menegaskan, pelemahan ekonomi global akan menekan permintaan, sehingga Indonesia sebagai negara eksportir komoditas akan terkena dampak yang berimbas pada pelemahan ekonomi dalam negeri. "Data aktivitas domestik seperti penjualan mobil, semen, properti dan sektor manufaktur terlihat melambat, meski bukan disebabkan faktor eksternal saja," ucap Samuel.
Ia pun memperkirakan, sebagian besar bank sentral global akan mempertahankan suku bunga rendah dan menghindari kenaikan suku bunga. "Kami melihat arah negosiasi dagang dan kebijakan fiskal akan menjadi kunci yang menentukan arah pergerakan pasar saham global," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: