Pasar ekspor tanaman organik, khususnya ubi jalar, sampai saat ini masih terbuka lebar. Terbukti, tahun 2018 saja Indonesia berhasil mengekspor 10 ribu ton ubi jalar, baik yang segar, beku, maupun olahan.
"Berdasarkan data ekspor yang kami miliki, pada tahun ini Indonesia berhasil mengekspor 6 ribu ton ubi jalar ke Jepang, Hong Kong, Korea, China, Thailand, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Amerika Serikat," kata Amirudin Pohan, Direktur Aneka Kacang dan Umbi, Kementerian Pertanian (Kementan), dalam keterangan tertulis, Kamis (24/10/2019).
Baca Juga: Dibantu Kementan, Lahan Eks Galian Pasir Jadi Sentra Kedelai
Taryana, salah seorang petani yang membudidayakan ubi cilembu, kultivar ubi jalar khas Sumedang, menyebutkan hal serupa. Bahkan, dia sudah menembus pasar ekspor sejak 1999. "Permintaan ekspor ubi cilembu organik per bulan mencapai 12 sampai 40 ton dan dipenuhi dari produksi pada lahan yang dikelola sendiri dan lahan petani plasma yang mencapai 45 hektare," ujar Taryana dalam keterangan tertulis, Kamis (24/10/2019).
Minat masyarakat yang tinggi terhadap komoditas ubi jalar termasuk ubi cilembu salah satunya disebabkan ubi jalar merupakan sumber karbohidrat pangan selain nasi dengan kandungan serat yang tinggi. Penerapan budidaya ubi cilembu organik yang bebas pestisida dan bahan kimiawi oleh Taryana ini menjadi nilai tambah dan magnet konsumen luar negeri untuk membeli produk ubi cilembu ini.
"Biasanya setiap negara tujuan berbeda-beda permintaannya. Ada yang minta ubinya sudah dihaluskan, dipotong dan rebus, ada yang minta masih segar. Ada juga yang dibuat manisan ubi cilembu dalam toples," terangnya.
Taryana selalu memenuhi permintaan konsumen. Itulah yang membuat bisnisnya masih terus berlanjut hingga saat ini. Harga ekspor untuk ubi cilembu ini berkisar Rp9 ribu hingga Rp15 ribu per kg nya. Sementara, di pasar lokal harganya berkisar Rp5-Rp10 ribu per kg.
Dalam mengembangkan tanaman budi dayanya ini, Taryana sudah mengantongi sertifikat organik dan sertifikat karantina. Selain mengantongi sertifikat organik dan karantina, bisnisnya pun juga telah mengantongi sertifikat P-IRT serta kandungan pestisida produknya.
Amirudin mengimbau para petani maupun penggiat budidaya ubi jalar untuk menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) serta memanfaatkan varietas-varietas unggulan hasil Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI) di Malang untuk menghasilkan ubi jalar berkualitas prima dan unggul baik dari segi produktivitas budi daya serta daya simpan dan cita rasa.
"Dengan menerapkan budidaya organik, petani tidak hanya menyediakan pangan yang baik untuk masyarakat domestik dan internasional, tetapi juga turut ikut menjaga dan melestarikan lingkungan,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Puri Mei Setyaningrum
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: