Contoh politik kebangsaan di MPR adalah Sidang Tahunan MPR dan Sosialisasi Empat Pilar MPR. “Sidang Tahunan MPR bernuansa etis bukan politik. Yaitu etika seorang pemimpin menjelaskan kepada rakyat capaian selama satu tahun. Sosialisasi Empat Pilar MPR juga merupakan contoh politik kebangsaan. Karena tidak ada kepentingan politik praktis dalam Sosialiasi Empat Pilar MPR. Itu adalah konteks membukan politik kebangsaan,” paparnya.
Tidak jauh berbeda, anggota DPD dari Papua Barat Philip Wamahma sepakat bahwa MPR adalah wadah untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan politik secara nasional.
“MPR sebagai rumah bersama dalam rangka memperjuangkan kepentingan-kepentingan warga negara,”ujarnya.
Philip melihat ada kelemahan dalam membangun politik kebangsaan. Yaitu, pemegang kekuasaan tidak melaksanakan secara maksimal kewenangan yang diberikan.
“Jika negara ingin menerapkan politik kebangsaan maka perlu komitmen dan konsistensi para pemegang kekuasaan dalam menjalankan kewenangan dan setiap pengambilan keputusan. Perlu komitmen dan konsistensi dalam mengelola Indonesia. Kalau pemerintah hanya mengedepankan politik praktis, saya yakin dan percaya sistem politik nasional itu akan berpengaruh pada politik lokal,” katanya.
Sementara itu peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan berbicara kebangsaan bukanlah tentang penguasa tetapi tentang pemimpin yang “berpihak” baik di level nasional maupun di level lokal. Keberpihakan itu terlihat ketika pemimpin mengambil keputusan. “Ini adalah pertanyaan kebangsaan,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat