Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar pada Rabu (30/10/2019) esok membuat pelaku pasar harap-harap cemas perihal kebijakan suku bunga, apakah The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuan atau justru bersikap dovish.
Belum juga mendapat kepastian perihal penetapan suku bunga, global kembali dihadapkan oleh perkembangan damai dagang yang terkesan tarik ulur. Pada Senin (29/10/2019), perwakilan dagang AS menyatakan akan menangguhkan tarif impor atas produk China senilai US$34 miliar hingga akhir November mendatang sehingga menjadi optmisme baru bagi global akan terciptanya damai dagang AS-China.
Baca Juga: AS Tangguhkan Tarif Produk China, Damai Dagang Makin Sip!
Kendati begitu, pelaku pasar cenderung untuk lebih bersikap wait and see dan bermain aman pada perdagangan Selasa (29/10/2019). Salah satu cara yang paling aman adalah dengan mendekat pada aset safe haven, dolar AS.
Alhasil, kini dolar AS bergerak variatif dengan kecenderungan menguat terhadap mata uang dunia, seperti euro, poundsterling, dolar Kanada, dolar Hongkong, yen, dolar Singapura, dan rupiah.
Baca Juga: Tunggu Kabar The Fed, Rupiah Bikin Dolar AS Keok!
Asal tahu saja, pada pembukaan pasar spot pagi tadi, rupiah dibuka stagnan di level Rp14.020 per dolar AS. Stagnansi tersebut tak bertahan lama karena kini rupiah berbalik melemah, baik di hadapan dolar AS maupun mayoritas mata uang lainnya.
Hingga pukul 10.10 WIB, rupiah terkoreksi 0,04% ke level Rp14.030 per dolar AS. Nasib rupiah semakin nahas tatkala mata uang utama lainnya turut menekan rupiah, yakni dolar Australia (-0,13%) dan euro (-0,01%).
Tekanan juga diterima rupiah dari mata uang Asia, seperti yen (-0,01%), yuan (-0,05%), won (-0,08%), dan dolar Taiwan (-0,17%). Dengan kata lain, rupiah resmi menjadi mata uang terlemah ketiga di Asia setelah baht (0,11%) dan dolar Singapura (0,04%).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih