Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi usai mengikuti KTT Asean-India, di Bangkok, Thailand, Minggu (3/11/2019) kemarin.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, Presiden Jokowi dan PM India Narendra Modi membahas terkait upaya kerja sama ekonomi kedua negara, salah satunya terkait ekspor sawit Indonesia ke India.
"Presiden membahas mengenai masalah sawit. Intinya adalah PM Modi siap memberikan treatment yang fair terhadap sawit Indonesia," terang Retno sebagaimana dikutip redaksi Warta Ekonomi dari laman Sekretariat Kabinet, Senin (4/11/2019).
Baca Juga: Sawit Mampu Gerakkan Pertumbuhan Ekonomi Pinggiran
India memang menyetujui persyaratan yang diminta Indonesia terkait ekspor kepala sawit agar tidak berbeda dengan Malaysia. Namun, baginya, no free lunch. Persetujuan itu diberikannya pada Indonesia tanpa cuma-cuma. Sebagai gantinya, Indonesia harus membeli beras dan gula dalam bentuk raw dari mereka.
"Memang saat sekarang tarif kelapa sawit, baik itu untuk CPO maupun RBD sudah sama. Semula ada perbedaan 5 persen, namun sesuai dengan permintaan Bapak Presiden, Perdana Menteri Modi menerima itu sehingga tarif CPO itu sama, RBD itu sama," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang turut mendampingi Jokowi pada pertemuan bilateral itu.
Menurut Airlangga, yang sekarang 40% CPO, 50% RBO akan dikirimkan per akhir Desember menjadi 37,5% dan 45%, dan ini berlaku untuk Indonesia dan Malaysia, sehingga tidak ada perbedaan antara Indonesia dan Malaysia. "Tentu ini menjadi bagian dari kerja sama," ujarnya.
Baca Juga: Areal Sawit Dunia Lebih Luas daripada Kedelai, Mitos atau Fakta?
Namun diakui mantan Menteri Perindustrian ini jika India mengharapkan Indonesia bisa membeli beras dan gula dalam dari India. Merespons hal ini, Indonesia sudah mengatakan, akan memenuhi permintaan India secara bertahap.
"Nanti bisa ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan ke depan dan memang per hari ini trade kita dengan India positif. Kita positif US$8 miliar, tertinggi di 2017 sebesar US$10 miliar, dan komoditas utamanya adalah batu bara dan kelapa sawit," tukas Airlangga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti