Ketua Partai Komunis Kuba Raul Castro, Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel dan Presiden Venezuela Nicholas Maduro memperingatkan, sanksi Amerika Serikat (AS) hanya akan memperkuat tekad mereka bersatu dan mendukung perubahan sosial di kawasan.
Tiga tokoh itu menegaskan sikapnya pada sesi penutupan konferensi solidaritas di Havana pada Minggu (3/11/2019). Pertemuan itu dihadiri oleh lebih dari 1.300 aktivis sosial yang sebagian besar dari Amerika Latin.
Pertemuan tiga hari itu membahas berbagai cara mengalahkan serangan imperialisme yang dipimpin AS terhadap pemerintahan dan gerakan sosialis progresif.
Baca Juga: Rusia Janji Kembangkan Sektor Energi Kuba yang Dicekik Blokade AS
Dengan semboyan kalahkan neo-liberalisme dan dukung demokrasi, kerusuhan sosial mengguncang Chile dan Bolivia terkait pemilu terbaru yang membawa Evo Morales kembali menjabat periode keempat. Unjuk rasa juga berlanjut di Brasil terkait mantan presiden sayap kiri Luiz Inacio Lula Da Silva yang dipenjara.
Maduro dan Diaz-Canel menutup pertemuan dengan pidato yang disiarkan langsung televisi untuk menertawakan berbagai tuduhan AS. Kehadiran Maduro menjadi bukti bahwa Kuba tak akan ditinggalkan meski AS, Barat dan Amerika Latin berupaya mengucilkan Havana.
Maduro mengecam tuduhan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) bahwa Kuba dalang kerusuhan di Cile.
"Ini kediktatoran Pinochet tua dan Dana Moneter Internasional (IMF). Rakyat memiliki hak untuk mencari alternatif," tegas Maduro dalam pidato panjangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: