Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tekan Defisit, Investasi Langsung Mesti Digenjot

Tekan Defisit, Investasi Langsung Mesti Digenjot woman-examining-banknote-man-counting-coins-illustration | Kredit Foto: Freepik
Warta Ekonomi, Jakarta -

Danareksa Research Institute (DRI) menilai persoalan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD), yang kini menekan ekonomi Indonesia bisa diatasi dengan memperkuat investasi langsung, baik investasi asing maupun dalam negeri.

Head of Danareksa Research Institute Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan bahwa masalah defisit neraca transaksi berjalan atau CAD sebenarnya merupakan hal yang wajar terjadi pada negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun defisit neraca transaksi berjalan itu bisa dikatakan wajar selama defisit tersebut disebabkan karena meningkatnya impor barang modal dan bahan baku demi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 6-12 bulan ke depan. Hal ini mengingat industri di Indonesia masih sangat tergantung pada impor barang modal dan bahan baku.

“Defisit neraca transaksi berjalan menjadi tidak produktif apabila disebabkan oleh impor barang konsumsi yang tinggi. Yang lebih penting dalam mengatasi masalah defisit neraca transaksi berjalan adalah bagaimana Indonesia membiayai defisit tersebut,” katanya, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Baca Juga: Telkom Dapat Rp394 M dari Jual LINK ke Danareksa

Dia menjelaskan, saat ini defisit neraca transaksi berjalan Indonesia lebih banyak dibiayai oleh investasi portofolio yang sifatnya sangat volatil dan gampang berpindah keluar negeri (capital outflow) alias hot money.kompas.com 

“Menggantungkan pembiayaan defisit neraca transaksi berjalan pada investasi portfolio itu meningkatkan ketidakpastian. Sebab itu, pemerintah perlu meningkatkan investasi langsung baik Penanaman Modal Dalam Negeri [PMDN] maupun Penanaman Modal Asing [PMA],” katanya.

Neraca Pembayanan Indonesia (balance of payment) adalah indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari Indonesia. Mengacu data Bank Indonesia (BI), komponen NPI terdiri dari transaksi berjalan (current account), transaksi modal (capital account), dan transaksi finansial (investasi langsung dan portofolio seperti obligasi dan saham).

Mengacu data BI, pada kuartal II-2019, NPI membukukan defisit senilai US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal I-2019, Indonesia mengalami surplus senilai US$ 2,42 miliar. 

Defisit yang paling terasa adalah pos transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI. Pada kuartal II-2019, defisit transaksi berjalan (CAD) mencapai 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Moekti menjelaskan upaya pemerintah dalam menekan defisit neraca pembayaran ini sudah terlihat, apalagi jika melihat susunan Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin periode 2019-2024.

Baca Juga: Pasca Pemilu, Danareksa Investment Nilai Investasi Masih Belum Pulih

Kehadiran dua menteri yang menangani penanaman modal ini, yaitu Menko Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menunjukkan perhatian pemerintah yang besar pada investasi.

“Menko Maritim akan fokus pada investasi yang terkait energi, khususnya di sektor petrokimia untuk mendukung program biodiesel B20 dan B30 dan juga untuk investasi pada pengolahan minyak guna mengurangi ketergantungan impor migas Kepala BKPM akan fokus pada pengembangan industri baru di Indonesia khususnya bagian timur,” jelas Moekti.

Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi periode kuartal III-2019 (Juli-September) sudah mencapai Rp 205,7 triliun, naik 18,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Jumlah itu terbagi atas PMDN sebesar Rp 100,7 triliun (naik 18,9%) dan PMA Rp 105 triliun (naik 17,8%).

Secara kumulatif, realisasi investasi Januari - September 2019 mencapai Rp 601,3 triliun, atau 75,9% dari target realisasi investasi tahun 2019 yang dipatok sebesar Rp 792 triliun. Jumlah realisasi kumulatif 9 bulan itu terdiri dari PMDN Rp 283,5 triliun (naik 17,3%) dan PMA Rp 317,8 triliun, naik 8,2% dari periode yang sama 2018.

Selain soal investasi, beberapa sektor juga menjadi perhatian Danareksa di antaranya infrastruktur dan industrialisasi.

Sektor infrastruktur masih menjadi fokus pemerintah Jokowi periode ke dua ini, dan penunjukkan kembali Menteri Pekerjaan Umum, Basuki Hadimuljono, juga dinilai memberikan kepastian mengenai keberlanjutan proyek infrastruktur di Indonesia yaitu proyek Trans Sumatera.

“Selain itu, penyiapan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas objek pariwisata juga ditingkatkan. Terutama untuk lima daerah selain Bali yaitu Danau Toba, Candi Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika dan Likupang,”lanjutnya.

Baca Juga: Holding BUMN Jasa Keuangan Bakal Buat Danareksa Perkasa

Dia menjelaskan, guna menunjang industrialisasi, selain ketersediaan infrastruktur, juga perlu adanya revisi Undang Undang Tenaga Kerja terutama yang terkait dengan kemudahan mempekerjakan dan menghentikan tenaga kerja.

“Dengan tingginya pesangon yang perlu disiapkan oleh perusahaan pada saat mereka mempekerjakan pekerja tetap, maka perusahaan memilih mempekerjakan pekerja dengan sistem kontrak. Ini tidak memberikan insentif bagi pengusaha untuk memberikan pelatihan dan pengembangan kepada pekerjanya sehingga lama – kelamaan produktivitas tenaga kerja semakin menurun, sedangkan upah minimum terus mengalami peningkatan setiap tahunnya,” ungkapnya. 

Moekti dan tim Danareksa Research berharap dengan susunan kabinet Indonesia Maju terutama di bidang ekonomi dan penegasan dari Presiden dan Wapres tentang visi misi, bisa membuat ekonomi RI bertahan dan tumbuh tengah gejolak ekonomi global yang tidak menentu, dengan adanya perang dagang Amerika - China serta ketidakpastian di Eropa karena penundaan Brexit, dan perlambatan ekonomi global. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: