Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Iuran Naik, BPJS Kesehatan Akui Masih Defisit Tahun Depan

Iuran Naik, BPJS Kesehatan Akui Masih Defisit Tahun Depan Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengakui hingga tahun depan masih mengalami defisit kendati iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) resmi dinaikkan mulai tahun 2020. Defisit terjadi karena surplus kenaikan iuran digunakan untuk menambal defisit keuangan tahun 2019.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang kenaikan iuran Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober 2019.

Baca Juga: BPJS Kesehatan dan Persi Sepakat RS Wajib Miliki Sistem Antrean Online

Melalui perpres ini, tarif peserta mandiri kelas III naik menjadi Rp42 ribu dari sebelumnya sebesar Rp25.500. Iuran peserta mandiri kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu. Sementara, untuk tarif peserta mandiri kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) naik dari Rp23.000 per orang per bulan menjadi Rp42.000.

"Tahun 2021 perhitungan aktuaria kami akan mengalami surplus dan 2020 bisa menutup defisit carry over di 2019 ini," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, di Jakarta, Selasa (19/11/2019).

Senada, Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mundiharno mengatakan, dengan kenaikan iuran sebenarnya BPJS Kesehatan mengalami surplus di tahun 2020, tetapi surplus itu belum cukup untuk menambal beban defisit tahun ini.

Defisit keuangan BPJS dilaporkan meningkat menjadi Rp32,84 triliun hingga akhir 2019. Angka itu meningkat dari proyeksi yang sekitar Rp28 triliun. Dengan begitu, masih ada sisa defisit sekitar Rp19,2 triliun. Sementara, berdasarkan catatan pemerintah, BPJS Kesehatan akan surplus sekitar Rp17,2 triliun pada tahun 2020 imbas dari kenaikan iuran. Dengan begitu, masih ada sisa defisit Rp2 triliun di tahun 2020. Baru pada 2021 akan surplus Rp11,59 triliun, lalu surplus Rp8 triliun di 2022, dan surplus Rp4,1 triliun di 2023.

"Estimasi tahun ini defisit belum bisa diselesaikan dengan kenaikan iuran karena ada carry over 2020. Tahun 2020 masih defisit, tapi jumlahnya jauh berkurang dan 2021 mulai positif keuangan BPJS," kata Mundiharno.

Dengan kondisi itu, dia harap keuangan BPJS Kesehatan akan makin membaik di tahun-tahun mendatang. "Keuangan BPJS itu dipengaruhi jumlah peserta, faktor cost, tarif pelayanan, dan faktor kebijakan biaya. faktor itu berpengaruh ke realisasi BPJS ke depan. Dengan kondisi iuran, kita harap likuiditas BPJS akan lebih baik," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: