Kemajuan teknologi di berbagai sektor industri dalam beberapa waktu terakhir terjadi semakin massif. Tak terkecuali juga terjadi di sektor pelabuhan. Beragam implementasi teknologi baru seperti pengoperasian crane dan truk yang berjalan otonom tanpa pengendara hingga pengangkutan barang dari dan menuju gudang yang juga dilakukan secara robotik kini juga sudah taka sing lagi dan bahkan menjadi kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
“Jadi semua aktifitas di pelabuhan, mulai yang ada di laut saat kapal bersandar, di terminal saat menaik-turunkan barang hingga supporting activity di kawasan akan fully otomatic. Fully robotic. Kami memang sedang mengarah ke sana. Sebagian sudah mulai dikerjakan. Targetnya sudah mulai (beroperasi) pada tahun 2022,” ujar Direktur Utama Indonesia Port Corporation (IPC), Elvyn G Masassya, kepada Warta Ekonomi, dalam sebuah wawancara di kantornya, di Jakarta, Kamis (21/11).
Baca Juga: Saingi UEA dan Prancis, IPC Siap Terapkan Blockchain di Pelabuhan Indonesia
Menurut Elvyn, upaya mengotomasi seluruh aktifitas di pelabuhan dan terminal tersebut merupakan bagian dari upaya transformasi IPC dari sebelumnya sebuah perusahaan infrastructure player menjadi trade fasilitator pada tahun 2024 mendatang. Transformasi tersebut sendiri merupakan langkah strategis perusahaan dalam menjawab kebutuhan masyarakat saat ini yang selalu mengedepankan efektifitas, efisiensi dan kemudahan dalam mengakses sebuah barang.
“Kalau dulu pelabuhan semata-mata hanya berperan untuk memudahkan arus barang dari port to port (P2P). Sekarang tidak cukup lagi sampai di situ. (Peran pelabuhan) Harus sudah sampai door to door (D2D), yaitu dari pabrik hingga ke importir di luar negeri, atau juga dari pabrik di luar negeri sana langsung ke customer di dalam negeri. Kami harus bisa menjadi trade fasilitator,” tutur Elvyn.
Untuk bisa berperan sebagai trade fasilitator untuk kondisi saat ini, lanjut Elvyn, basis yang harus digunakan adalah faktor digitalisasi. Nah, langkah mengotomasi seluruh aktifitas pelabuhan dengan mengubahnya menjadi fully robotic juga merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya perusahaan untuk menerapkan konsep digital port.
“Jadi (layanan robotik) itu semua akan kami kendalikan menggunakan artificial intelligence (AI). Semua diplanning sejak awal dan lalu biarkan robot yang jalankan secara computerized. Lalu manajemen datanya akan menggunakan blockchain. Kami juga akan manfaatkan big data, internet of thing (IoT) dan sebagainya. Semuanya akan terkoneksi dalam satu platform bersama dengan kerangka besar digital port,” ungkap Elvyn.
Baca Juga: Mendulang Untung Sambil Berlayar Menuju Pelabuhan Kelas Dunia
Langkah pemutakhiran teknologi di industri pelabuhan belakangan memang tengah menjadi tren di antara pelabuhan-pelabuhan besar di dunia. Pelabuhan Abu Dhabi di Uni Emirat Arab (UEA), misalnya, beberapa waktu lalu baru saja mengumumkan rencananya untuk mendorong efisiensi kinerja kepelabuhanannya lewat pemanfaatan teknologi blockchain. Melalui sebuah platform yang diberi nama Silsal, pihak pengelola pelabuhan ingin meningkatkan efisiensi kinerja terutama di bidang logistik, keamanan dan juga data perdagangan.
“Nantinya semua data dokumentasi akan kami enkripsi, mulai dari dokumen transportasu, Bill of Loading, Delivery Order, booking, order transportasi dan sebagainya. Dengan begitu semua pihak terkait dapat saling bertukar data secara lebih cepat dan efisien,” ujar Chief Executive Officer (CEO) Maqta Gateway, Noura Al-Dhaheri. Maqta Gateway sendiri merupakan anak usaha dari Pelabuhan Abu Dhabi yang khusus ditugaskan sebagai operator dari Silsal.
Selain Pelabuhan Abu Dhabi, penerapan blockchain di pelabuhan juga dilakukan oleh Marseille-Fos Port, pelabuhan terbesar di Perancis. Seperti halnya Abu Dhabi, pemanfaatan blockchain di Marseille-Fos Port juga dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem logistik pelabuhan sehingga kinerja layanan yang dihasilkan dapat lebih cepat dan maksimal. Upaya ini tak lepas dari hasil riset yang telah dipresentasikan oleh World Economic Forum (WEF), di mana pemanfaatan teknologi blockchain diyakini dapat menghemat total biaya logistik di seluruh dunia hingga 20 persen.
Baca Juga: Perjalanan Panjang Evlyn Bawa IPC Menjadi "World Class Port"
“Selama ini memang masih banyak orang yang mikirnya blockchain itu udah langsung soal bitcoin aja, atau cryptocurrency. Padahal secara teknologi blockchain ini sangat usefull. Powerfull. Semangat blockchain adalah menghilangkan peran perantara. Dia menghubungkan pembeli dan penjual secara langsung. End to end. Jadi nanti akan hilang tuh mata rantai sebagai intermediary,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Logistik dan Rantai Pasok, Rico Rustombi, dalam kesempatan terpisah.
Menurut Rico, keberadaan blockchain sangat bisa dimanfaatkan untuk menyederhanakan rantai layanan logistik di berbagai tempat, seperti halnya pelabuhan. Hal ini diyakini juga sekaligus menjadi solusi bagi permasalahan tingginya logistic cost yang membuat harga jual di masyarakat juga menjadi mahal. “Jadi dengan segala transformasi yang kami lakukan ini, IPC tidak sedang berbicara hanya soal kepentingan korporasi, namun juga soal kepentingan nasional. Tingginya logistic cost selama ini harus diakui turut menjadi penyebab mahalnya harga saat barang diterima di masyarakat. Maka dengan efisiensi yang bisa dilakukan di pelabuhan, endgamenya masyarakat juga yang akan merasakan, yaitu berapa harga-harga barang yang semakin terjangkau,” tegas Elvyn.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Annisa Nurfitri