Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kondisi Internal Kurang Baik, NATO Perlu Reformasi Total

Kondisi Internal Kurang Baik, NATO Perlu Reformasi Total Kredit Foto: Foto/Reuters
Warta Ekonomi, Brussels -

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) perlu melakukan reformasi total karena sudah mengalami pelemahan dari dalam. Hal itu ditunjukkan ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mempertanyakan relevansinya dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut NATO sudah sekarat.

Reformasi total NATO harus ditunjukkan pada 4 Desember mendatang bertepatan dengan peringatan 70 tahun NATO. Sebanyak 70 pemimpin negara anggota NATO akan menunjukkan persatuannya, tetapi agenda reformasi dan pertanyaan masa depan aliansi pimpinan AS masih terus menggelayut. Tidak ada koordinasi politik antaranggota NATO menjadi permasalahan utama sehingga Presiden Macron menyebutnya “mati otak”.

Tidak ada koordinasi strategis antara Eropa dan AS dalam menghadapi permasalahan global. Itu ditunjukkan ketika Turki, anggota NATO, menyerang milisi Kurdi yang didukung NATO di Suriah Utara. Status kekuatan NATO di negara-negara Baltik juga mengkhawatirkan. Kenapa? 27,6% penduduk Latvia merupakan warga etnik Rusia.

Separuh penduduk Riga, ibu kota Latvia, adalah warga etnik Rusia. Di Estonia, 38,5% penduduk Tallinn adalah etnik Rusia, baik Latvia dan Estonia merupakan anggota NATO di negara Baltik. Isu mengenai pembentukan Tentara Uni Eropa (UE). Namun, itu justru memecah belah pandangan Eropa dan AS. Upaya mengarah ke arah tersebut tetap dilanjutkan dengan memperkuat kemampuan militer UE dan mengembangkan berbagai proyek yang menuju pengintegrasian militer UE.

Dalam pandangan Wendy He, analis NATO di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapura, berbagai isu di lingkaran NATO lebih bersifat retorika. “Isu NATO masih berputar di Eropa karena menghadapi Brexit, meningkatnya populisme, dan krisis migrasi. Negara anggota NATO di Eropa kerap melakukan retorika dan menarik perhatian karena isu domestiknya yang minim,’ ungkapnya dilansir Eurasia Review.

Kalau Rachel Ellehuus, Deputi Direktur Program Eropa Center for Strategic and International Studies di Washington, AS, mengatakan NATO didirikan sebagai aliansi berbasis senjata nuklir yang memiliki kemampuan pertahanan kuat. “NATO harus melakukan penilaian dan penyesuaian postur kekuatan senjata dengan menggunakan persenjataan modern,” katanya.

Ellehuus juga menekankan pendekatan komprehensif untuk memperbarui kekuatan senjata nuklir dan konvensional untuk mengintegrasi kekuatan siber serta antariksa. “Anggota NATO harus merespons dengan efektif penggunaan taktik asimetris Rusia sehingga ANTO harus memiliki sistem yang jelas dan terkoordinasi,” katanya.

Tantangan terbesar NATO, menurut Sarah Raine, peneliti senior geopolitik International Institute for Strategic Studies, disharmoni di antara anggota NATO yang tidak menunjukkan persatuan. “Masalah NATO lainnya adalah peranannya di Balkan, menavigasi ketegangan politik dalam operasi NATO, dan menyeimbangkan ambisi Uni Eropa,” katanya.

Isu perpecahan NATO semakin nyata karena Presiden Macron kerap sependapat dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. “Eropa bisa membela diri tanpa bantuan AS,” kata Merkel. Itu sebagai sinyal Merkel sependapat dengan Macron mengenai nasib NATO. Untuk menyelesaikan berbagai tantangan NATO, Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengungkapkan perlunya diskusi di antara para pemimpin anggota NATO.

“Saya pikir cara terbaik mengatasi berbagai permasalahan adalah duduk bersama dan mendiskusi isu tersebut. Dengan begitu, NATO bisa memahami pesan dan motivasinya,” katanya. Ditegaskan oleh Stoltenberg, dirinya menolak ide kalau aliansi NATO sudah kedaluwarsa. “NATO terus beradaptasi, aktif, dan memodernisasi peralatan tempurnya,” katanya. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya teknologi pertempuran NATO yang terus dimodifikasi dan dikembangkan.

Melansir Reuters, para diplomat menyarankan untuk mengatasi permasalahan masa depan NATO, konferensi di London seharusnya mengadopsi usulan Jerman-Prancis untuk membentuk kelompok figur yang dihormati di bawah Sekjen Stoltenberg. Kelompok itu disebut dengan “orang bijaksana” yang akan dibentuk pada akhir 2021.

“Kita mencoba menjembatani berbagai perdebatan,” kata diplomat Prancis yang enggan disebutkan namanya. NATO masih menghadapi tekanan karena banyak krisis yang belum terselesaikan. Apalagi AS sudah menganggap China sebagai ancaman karena kekuatan militer yang semakin perkasa.

“Sangat sulit bagi tentara untuk melakukan pertahanan teritorial dan operasi internasional pada waktu yang bersamaan,” kata Letnan Kolonel Norwegia Stein Grongstad. Itu karena NATO memiliki sistem operasi yang besar, Stein mencontohkan, tentara Norwegia harus ikut melatih tentara lokal di Irak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Bagikan Artikel: