Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Swedia dan Finlandia Gabung ke NATO, Tak Akan Bernasib Sama dengan Ukraina?

Swedia dan Finlandia Gabung ke NATO, Tak Akan Bernasib Sama dengan Ukraina? Kredit Foto: Reuters/Ints Kalnins
Warta Ekonomi, Depok -

Imbas dari invasi Rusia ke Ukraina pada awal tahun 2022 lalu, dua negara Skandinavia yang memang bertetangga dengan Rusia, yaitu Finlandia dan Swedia mengajukan proposal untuk bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Finlandia bergabung dengan NATO pada 4 April 2023 lalu. Sementara Swedia sedikit mengalami kendala karena belum mendapat persetujuan dari dua negara NATO lainnya, yaitu Turki dan Hungaria.

Ilmuwan politik asal Amerika Serikat, John Mearsheimer mengatakan bahwa upaya bergabung ke NATO ini merupakan hal yang bodoh mengingat bahwa Finlandia dan Swedia pada dasarnya bukan ancaman bagi Rusia.

Baca Juga: Proposal Damai Prabowo untuk Ukraina dan Rusia, Pakar: Menarik, Tapi Sulit...

“Pertama-tama, tidak ada alasan bagi Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan NATO. Mereka bukan anggota NATO selama Perang Dingin, dan Uni Soviet-lah ancaman bagi mereka, bukan Rusia. Dan memang, Rusia saat ini bukanlah ancaman bagi Finlandia atau Swedia, setidaknya sebelum mereka bergabung dengan NATO. Menurut saya, sangat bodoh bagi mereka untuk bergabung dengan aliansi ini,” kata John, dikutip dari kanal Youtube Gita Wirjawan pada Jumat (9/6/2023).

Berbeda dengan Belarusia ataupun Ukraina yang memang secara geografis penting untuk Rusia, ia mengklaim bahwa bergabungnya Finlandia dan Swedia ke NATO tidak akan membuat Rusia terancam.

“Saya pikir benar ketika mengatakan bahwa bergabungnya Finlandia dan Swedia dengan NATO akan membuat Rusia merasa lebih tidak aman. Ini tidak sama dengan Ukraina yang bergabung dengan NATO atau Belarusia yang bergabung dengan NATO. Jika dilihat secara geografisnya, Belarusia dan Ukraina sangat penting bagi Rusia,” ujarnya.

Namun, selain aspek geopolitik kawasan, ia menyatakan Finlandia dan Swedia tetap penting bagi Rusia terutama dalam hal pencairan es di Kutub Utara. Ia kemudian berasumsi bahwa Rusia akan meminta bantuan China apabila terjadi konflik di kawasan Arktik.

“Finlandia tidak terlalu penting, tapi tetap penting. Dan itu sangat penting karena pemanasan global dan es yang mencair di daerah Kutub Utara, dan beberapa negara yang memiliki klaim atas wilayah itu. Dan pada dasarnya, Rusia akan berhadapan dengan 7 negara lainnya di Kutub Utara. Tidak mengherankan jika Rusia kini mulai berbicara dengan China untuk meminta bantuan China dalam menghadapi konflik atau krisis yang mungkin terjadi di Kutub Utara,” jelasnya.

Dengan demikian, apabila terjadi konflik di kawasan Arktik saat invasi di Ukraina berlangsung, Rusia tidak punya pilihan lain selain menggunakan senjata nuklir untuk melindungi pertahanannya.

“Ada situasi di mana Swedia dan Finlandia tidak lagi netral. Kedua pemain kunci di Arktik ini sekarang berada di sisi lain dari neraca, dengan Amerika, Kanada, dan seterusnya. Dan Rusia terisolasi. Selain itu, pasukan Rusia terjepit di Ukraina. Pasukan mereka telah dilemahkan oleh perang ini, yang berarti bahwa untuk tujuan keamanan di seluruh dunia, terutama di Kutub Utara, mereka akan lebih mengandalkan senjata nuklir,” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: