Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masalah di Jiwasraya Sejak 2006, DPR Dukung Langkah Pemerintah untuk Penuhi Klaim Polis Nasabah

Masalah di Jiwasraya Sejak 2006, DPR Dukung Langkah Pemerintah untuk Penuhi Klaim Polis Nasabah Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menegaskan, akar permasalahan krisis keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) disebabkan oleh kesalahan penempatan investasi yang sudah berlansung sejak 2006, hingga perusahaan itu mengalami asset liability mismatch (ketidakseimbangan aset dengan kewajiban).

Ia menuturkan, akhir 2009 terungkap kondisi defisit keuangan Jiwasraya terus merosot hingga di angka Rp5,7 triliun, namun pemerintah beserta manajemen Jiwasraya saat itu tidak sigap dan cermat melakukan langkah-langkah penyehatan. 

Kala itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani menolak memberi kucuran dana melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), hingga hanya langkah semu yang ditempuh oleh perusahaan yakni berupa reasuransi dan revaluasi aset.

"Batalnya pemberian PMN melalui penerbitan Zero Coupon Bond pada periode 2010-2011 semakin memperburuk tingkat solvabilitas perseroan per 30 November 2011 di angka Rp6,39 triliun," kata Anis dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Baca Juga: Jiwasraya Jangan Ditarik ke Politik, Entar Makin Kusut!

Baca Juga: Setop Penggiringan Opini, Pentingkan Dulu Nasabah Jiwasraya!

Untuk dipahami, kebijakan reasuransi sendiri sejatinya merupakan solusi semu lantaran bersifat menunda dengan melimpahkan kewajiban Jiwasraya terhadap pemegang polis ke perusahaan reasuransi.

Semakin parah ketika pada 2012 Jiwasraya menerbitkan produk JS Saving Plan dengan bunga tinggi tanpa dihitung secara rinci. Nahasnya kala itu produk ini dianggap prestasi sehingga dilanjutkan pada 2014 dan dihentikan pada 2018 ketika Jiwasraya telah mengalami tekanan likuiditas yang sangat dalam.

"Memang, dengan keputusan merilis produk JS Saving Plan, nilai aset Jiwaseraya mengalami peningkatan. Dana segar dari premi nasabah itu diklaim untuk menutupi defisit keuangan perusahan. Namun hal itu hanya bertahan untuk sementara waktu, sebab diwaktu yang sama, akibat bunga yang meroket dari produk tersebut, menyebabkan peningkatan eskalasi risiko atas liabilitas," imbuhnya.

Dia menegaskan bahwa Produk JS Saving Plan merupakan utang perusahaan yang harus dibayar ke nasabah dengan bunga 9% hingga 13%, bertenor 1 tahun. Skema ini sama halnya dengan tindakan gali lobang - tutup lobang. 

Kemudian bagi nasabah yang notabene-nya berlatar belakang wealth management dan sudah pintar melihat pola resiko investasi di JS Saving Plan, mereka pun memilih keluar atau menarik investasinya di 2017, hal ini menyebabkan tekanan likuiditas makin terperosok dalam. 

"Nasabah tidak percaya, ya akibatnya nasabah narik (investasi), tentu semakin meningkatkan resiko solvabilitas dan tekanan likuiditas," ujarnya.

Pada sisi lain, ia mensinyalir dalam rentang waktu manajemen Jiwasraya 2006 - 2018 terjadi moral hazard melalui penempatan portofolio pada perusahaan yang tidak memiliki fundamental yang kuat dan beresiko tinggi.

Kejanggalan itu terkonfirmasi dari struktur investasi Jiwasraya dalam bentuk saham sebesar 22%, hanya 5% dari angka tersebut ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ45). 

Kemudian sebesar 59% dalam bentuk saham reksadana, hanya 2% dari angka itu dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik (Top Tier Management).

"Saya melihat ada indikasi rekayasa atau window dressing harga jual beli saham dan reksadana. Modusnya saham over price yang dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi di atas harga perolehan pada manager investasi, kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya. Jadi saya setuju bahwa masalah ini ada tindak kirminalnya," kata dia.

Namun yang terpenting tegas Anis, penegak hukum dapat segera menindak dan memberi efek jera kepada para pelaku kejahatan pasar modal, dan pada waktu yang sama, dia juga mendesak pemerintah agar segera merealisasikan berbagai skema penyelamatan dana nasabah pemegang polis.

"Tentu kita minta diusut agar kedepannya iklim pasar modal dapat berjalan dengan kondusif, harus ada efek jera. Yang terpenting adalah kita mendorong pemerintah untuk membuat berbagai skema agar perusahaan dapat memenuhi klaim polis para nasabah," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: