Hilirisasi hasil riset Dexa Group berupa Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berdaya saing tinggi telah banyak diresepkan oleh para dokter untuk pasien di Indonesia. Obat ini juga telah diekspor ke empat benua di Afrika, Amerika, Asia, dan Eropa.
Meskipun demikian, produk hilirisasi hasil riset Dexa Group sejak tahun 2011 dan telah menghasilkan sedikitnya 18 obat bernomor izin edar Fitofarmaka ini perlu lebih ditingkatkan penggunaannya, khususnya bagi pengguna di fasilitas kesehatan formal.
Baca Juga: BPOM Musnahkan Obat dan Makanan Ilegal Senilai Rp1,44 Miliar
Saat melakukan kunjungan kerja ke Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Dexa Group, pada Rabu, 8 Januari 2020, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Bambang P.S. Brodjonegoro, mengatakan bahwa Kementerian Riset dan Teknologi RI mengapresiasi Dexa Group yang telah mengupayakan penelitian dan pengembangan produk farmasi untuk menjadi produk yang bertaraf internasional dengan keunggulan yang inovatif dan berdaya saing, serta membawa kemajuan bagi Indonesia.
"Langkah ini merupakan wujud hilirisasi industri seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Saya melihat Dexa Group telah menghasilkan produk riset dan teknologi yang inovatif berbahan baku keanekaragaman sumber daya biodiversitas asli Indonesia. Tentunya ini menjadi peran pemerintah untuk membantu hilirisasi industri agar makin banyak dikonsumsi. Dalam hal ini, kami akan mengusulkan penggunaan obat-obatan Fitofarmaka di program kesehatan Pemerintah JKN," kata Bambang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Pimpinan Dexa Group, Ferry Soetikno, mengemukakan bahwa salah satu peran Dexa Group sebagai industri farmasi adalah mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat-obatan melalui penelitian dan pengembangan produk obat modern asli Indonesia (OMAI) yang dilakukan di DLBS.
Sementara itu, menurut Executive Director DLBS, Raymond Tjandrawinata, DLBS sebagai organisasi riset bahan alam hingga saat ini telah meneliti dan memproduksi bahan baku aktif obat herbal. Upaya ini sebagai langkah mendorong kemandirian bahan baku obat nasional sekaligus memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia karena memberdayakan para petani hingga ke distributor.
"Melalui DLBS, Dexa Group melakukan kegiatan riset di tingkat hulu dengan mengembangkan sediaan farmasi dan memproduksi Active Pharmaceutical Ingredients (API) yang berasal dari makhluk hidup. Di tingkat hilir, inovasi pengembangan dari DLBS ini menghasilkan 18 produk berizin edar Fitofarmaka dari 26 produk berizin edar Fitofarmaka di Indonesia," kata Raymond.
Lebih lanjut, kata Raymond, bersama ratusan saintis, DLBS telah menghasilkan OMAI di antaranya Inlacin yakni produk obat diabetes Fitofarmaka berbahan baku bungur dan kayu manis yang telah diekspor ke Kamboja dan Filipina. Selain itu, produk Fitofarmaka lainnya adalah Redacid berbahan baku kayu manis yang bermanfaat untuk mengatasi gangguan lambung.
Produk OMAI penemuan DLBS lainnya adalah Inbumin berbahan baku ikan gabus yang bermanfat untuk membantu proses penyembuhan luka dan Disolf berbahan baku cacing tanah yang bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah, serta rangkaian Herba Family seperti HerbaKOF untuk obat batuk, HerbaCOLD untuk Flu, HerbaPAIN untuk sakit kepala dan nyeri otot, dan HerbaVOMITZ untuk gangguan lambung.
Saat ini, kegiatan litbang di DLBS sudah diakreditasi secara independen oleh auditor KNAPPP (Kemenristek BRIN) dan AAALAC (Association for Assessment and Acreditation of Laboratory Animal Care International).
Sedikitnya ada 50 produk inovasi dan ratusan publikasi ilmiah yang telah dilakukan DLBS terkait kegiatan litbang selama empat tahun terakhir. Selain itu, sekitar 42 hak paten terkait produk riset yang telah didaftarkan di sejumlah negara yakni Indonesia, Amerika, Eropa, Australia, Korea Selatan, dan Jepang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: