Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Isa Rachmatarwata, menuturkan bahwa kasus yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya unik. Sebab, mereka menawarkan produk asuransi yang tidak lazim ditemui di perusahaan asuransi pada umumnya, yaitu JS Saving Plan.
Produk tersebut memungkinkan pemegang polis dapat mencairkan polis hanya dalam hitungan satu tahun. "Di situ yang kemudian membuat case Jiwasraya unik, tidak seperti case asuransi pada umumnya," kata Isa belum lama ini.
Baca Juga: Tenang... Jiwasraya Tak Pengaruhi Investor Asing, Kok
Secara ideal, Isa menjelaskan, perusahaan asuransi harus memberikan proteksi sampai periode polis berakhir. Kewajiban ini berlaku sekalipun perusahaan tersebut "sakit" atau merugi. Artinya, penyelesaian kasus tidak dapat dilakukan dengan mem-break polis di tengah jalan dan membayar secara tunai.
Namun, keberadaan produk JS Saving Plan membuat kewajiban tersebut sulit dilakukan. Isa menyebutkan, produk ini merupakan produk yang lebih sarat investasi dibandingkan proteksi. Oleh karena itu, ketika Jiwasraya sedang "sakit" seperti saat ini, intensi regulator yang pada umumnya dapat mempertahankan polis supaya berjalan sampai akhir tidak dapat dilakukan.
Selazimnya, Isa menggambarkan, apabila perusahaan asuransi tersebut dapat disehatkan kembali, polis harus dipertahankan di perusahaan tersebut. Jika memang tidak cukup kuat atau mampu mempertahankan polis-polisnya, mereka bisa saja mengalihkan polis ke perusahaan asuransi lain dengan persetujuan regulator.
Dengan kondisinya yang unik, Isa mengatakan, penyelesaian permasalahan Jiwasraya perlu dilakukan secara mendalam. "Tentu harus dikaji betul," ucapnya.
Saat ini, Isa mengatakan, Kemenkeu bersama dengan Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang melihat opsi solusi mengatasi isu Jiwasraya. Pilihan terkuat adalah menyelesaikannya dengan skema business to business (B2B).
Pemerintah melalui Kementerian BUMN kini sedang berusaha menjual anak perusahaan Jiwasraya ke investor strategis untuk mendapatkan dana. Nantinya, Isa mengatakan, dana tersebut diterima Jiwasraya dan dapat dipakai untuk mengalihkan polis asuransi ke perusahaan lain ataupun langsung membayar klaim.
Apabila jumlah dana yang didapatkan kurang, pemerintah masih memiliki solusi lain, yakni membentuk konsorsium asuransi. "Kalau mereka nanti bisa leverage modal, mereka mungkin saja mengambil beberapa polis dari asuransi Jiwasraya, kemudian meneruskan polis sampai akhir masa polis," kata Isa.
Isa memastikan, langkah-langkah solusi yang lebih konkret lainnya akan disampaikan oleh pemerintah melalui Kementerian BUMN pada bulan ini. Ia memastikan, penambahan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak dipertimbangkan sebagai salah satu opsi solusi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani masih enggan berkomentar banyak mengenai perkembangan Jiwasraya. Salah satunya terkait potensi dampak sistemik yang muncul akibat gagal bayar Rp12,4 triliun. Potensi tersebut disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Sri mengatakan, pihaknya masih ingin bertemu dengan BPK terlebih dahulu. "Saya sudah baca di koran, nanti saya akan lihat yang disampaikan beliau mengenai aspek-aspek temuan tadi," katanya beberapa hari yang lalu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, dampak sistemis adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan suatu bank, lembaga keuangan bukan bank, dan/atau gejolak pasar keuangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum