Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Parah Abis! Praktik Jual-Beli Kursi DPR Sudah Lama Terjadi, Begitulah Kata . . . .

Parah Abis! Praktik Jual-Beli Kursi DPR Sudah Lama Terjadi, Begitulah Kata . . . . Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Bogor -

Ditangkapnya Komisioner KPU, Wahyu Setiawan oleh KPK karena skandal jual-beli kursi Wakil Rakyat (DPR) melalui pergantian antarwaktu (PAW) menjadi buah bibir.

Bahkan, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencurigai praktik ini terjadi sejak Pemilu legislatif (pileg) langsung dilakukan pada 2004.

“Saya kira (jual beli PAW-red) sejak pemilu langsung. Ketika partai tak bisa secara langsung memutuskan siapa caleg terpilih yang mewakili partai di DPR,” kata Manajer Riset Formappi, Lucius Karus saat dihubungi di Jakarta, Minggu (12/1/2020).

Baca Juga: Soal Kabar OTT KPK Wahyu Setiawan, Sekjen PDIP Kecewa, Loh Kenapa?!

Lucius menduga ada beberapa kasus terkait jual beli PAW ini. Bahkan, beberapa mengajukan gugatan ke pengadilan untuk melawan keputusan partai yang mengabaikan fakta perolehan suara demi meloloskan caleg pilihan partai.

Menurutnya, ada juga beberapa kasus memperlihatkan partai dengan mulus bisa menggusur caleg peraih suara terbanyak pemilu dengan caleg yang diinginkan partai. “Dengan terbongkarnya kasus Wahyu ini, saya kira kita bisa menduga dengan cara yang sama, proses-proses PAW aneh sebelumnya juga terjadi,” katanya.

Menurut Lucius, sebelum Wahyu tertangkap KPK, publik tak ramai membicarakan proses PAW di DPR yang bermasalah karena merasa urusan penggantian itu ranah kewenangan partai politik dan KPU saja.

“Apalagi jika caleg yang dirugikan tak memperlihatkan penolakan atau perlawanan, maka semua praktik jual beli PAW ini berjalan mulus,” kata Lucius.

Meskipun UU Pemilu sudah mengatur secara jelas soal mekanisme PAW dan siapa yang bisa untuk di-PAW dan berhak menggantikan, Lucius menilai bahwa masalahnya ada pada kaderisasi partai yang lemah.

Karena, lanjut dia, kasus PAW bermasalah ini terjadi karena partai bersikeras mengajukan orang yang disukai atau dekat dengan elite partai sehingga, menyingkirkan anggota lain yang bahkan tanpa punya kesalahan tiba-tiba dipecat partai agar posisi orang yang dipecat di DPR itu bisa diisi oleh orang lain.

“Saya menduga praktik suap di internal antara kader dan partai yang akhirnya banyak membuat proses PAW bermasalah. Ini artinya tak semua yang terdaftar menjadi anggota partai merupakan kader partai. Ada yang mungkin menjadi caleg karena faktor membayar sehingga walaupun mendapatkan banyak suara, dia tetap tak dianggap partai. Jadi kaderisasi partai lemah,” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: