Penguatan Rupiah terhadap Dollar AS menjadi berita baik di awal tahun 2020. Rupiah menguat dan mendekati level Rp13.500 per US$.
Realisasi tersebut sudah jauh di atas target APBN-2020 sebesar Rp14.400 per US$. Akan tetapi, faktor penguatan Rupiah tersebut bukan bersumber dari perbaikan fundamental ekonomi Indonesia. Jadi, potensi depresiasi masih sangat tinggi.
Baca Juga: Apa Boleh Buat, Masa Keemasan Rupiah Harus Tamat!
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, menjelaskan bahwa Rupiah menguat karena global yang memanas. Salah satu faktornya adalah penurunan ekonomi AS sehingga mendorong aliran modal masuk ke ekonomi Indonesia. AS diprediksi makin mendekati krisis sehingga pemilik modal mengalihkan portofolionya ke negara-negara ber-yield tinggi termasuk Indonesia. Pertumbuhan AS dan China juga makin melambat serta munculnya konflik AS dan Iran.
"Jadi, jangan bangga dulu kalau Rupiah menguat. Kita harus lihat faktor pendorongnya," kata Ecky dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menyampaikan seharusnya penguatan rupiah berasal dari faktor fundamental, sedangkan yang ini tidak.
"Faktor fundamental yang dimaksud lebih pada kinerja ekspor maupun realisasi penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI) serta kinerja pariwisata. Komponen-komponen tersebut menjadi pemasok valas ke domestik," ungkap Ecky.
Data BPS, kata Ecky, menunjukkan neraca perdagangan masih defisit cukup tinggi. Tanda-tanda lonjakan ekspor pun belum terlihat hingga akhir tahun. Sementara itu, realisasi wisatawan mancanegara gagal dicapai.
"Jadi, tidak ada yang istimewa dari penguatan nilai tukar. Jika ekspor, FDI dan pariwisata masih melambat," tutup Ecky.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum