Survei Red Hat: Desakan untuk Bertransformasi ke Digital Menguat
Red Hat merilis laporan atas survei terbarunya yang diolah dari 876 responden di sektor enterprise (perusahaan). Mereka merupakan para pengguna perangkat lunak Red Hat di seluruh dunia dan 275 di antaranya berasal dari Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Laporan itu disampaikan oleh Rully Moulany, Country Manager Red Hat Indonesia di Jakarta, Senin (27/1/2020). "Data dikumpulkan pada bulan Agustus dan September 2019," kata Rully kepada Warta Ekonomi.
Baca Juga: Red Hat: Percepat Hasil Bisnis, Perusahaan di Asia Pasifik Terapkan Inovasi Terbuka
Dari survei tersebut, lanjut Rully, pihaknya merangkum tren-tren yang akan terjadi sepanjang 2020. Di antaranya proyek-proyek transformasi digital aktif akan terus meningkat.
Ia mengatakan, dalam kurun dua tahun terakhir, para pelanggan dari Red Hat telah beralih dari tidak memiliki rencana transformasi digital menjadi menerapkan teknologi dan proses baru. Angkanya naik menjadi 59% di 2020 dari 9% di 2019.
"Dorongan transformasi digital tampaknya akan bertentangan dengan konservatisme relatif seputar adopsi infrastruktur cloud. Namun, berguna untuk menempatkan transformasi digital dalam konteks. Setiap perusahaan akan berusaha keras untuk berinovasi," ujarnya.
Namun demikian, terdapat beberapa tantangan menuju ke arah tersebut. Di antaranya, para pelanggan masih bekerja untuk mengoptimalkan tekonologi informasi yang sudah ada. Mereka mengalami kesulitan untuk berinovasi tanpa mendapatkan teknologi informasi yang sudah ada terlebih dahulu.
"Bahkan, survei menemukan bahwa mengoptimalkan teknologi informasi yang ada adalah prioritas mereka," ujarnya.
Temuan survei lainnya, kata Rully, adalah hybrid cloud. Mengacu pada laporan, 31% responden menggunakan hybrid cloud, diikuti oleh private cloud (21%), dan public cloud (4%). Adapun hybrid cloud merujuk pada model layanan komputasi awan yang menyediakan solusi dengan menggabungkan beberapa layanan komputasi awan sekaligus.
Kemudian soal beban kerja teknologi baru untuk setahun ke depan, Rully mengatakan automasi lewat AI/ML menduduki puncak daftar tren pada tahun ini (30%). Padahal, pada tahun lalu, AI/ML tidak masuk ke dalam daftar tiga besar.
"Kami menemukan banyak use case dari automation lewat AI (Artificial Intelligence) dan ML (Machine Learning) di sektor enterprise ini. Makin banyak perusahaan bergerak ke arah automatisasi demi efisiensi perusahaan," ucapnya.
Sebagai perbandingan, blockchain pada tahun lalu menduduki puncak daftar beban kerja teknologi baru yang menjadi perhatian perusahaan. Tahun ini, blockchain terjun ke posisi keempat (12%), tepatnya di bawah Function-as-a-Service (21%) dan Internet of Things (19%).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: