Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masih Mikir Emas Mahal? CEO Treasury: Nabung Emas di Sini Seharga Kopi

Masih Mikir Emas Mahal? CEO Treasury: Nabung Emas di Sini Seharga Kopi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Emas tidak dapat dimungkiri merupakan instrumen tabungan tertua yang tren harganya selalu naik. Menabung emas dipercaya sebagai langkah investasi paling aman dari tahun ke tahun.

Namun, hitungan emas per gramnya yang terbilang mahal menjadi kendala bagi sebagian orang, terutama bagi milenial di tengah banyaknya produk investasi lain.

Tapi, di tengah kemajuan teknologi, menabung emas tidak selalu menjadi hal yang mahal. Bahkan emas kini bisa diperoleh dengan harga Rp20 ribu atau setara harga kopi di kedai-kedai.

Baca Juga: Corona Bikin Hati Panas, Top Markotop Buat Harga Emas!

Simak wawancara redaksi Warta Ekonomi dengan CEO Treasury Dian Supolo berikut ini.

Kenapa emas?

Emas adalah instrumen tabungan paling lama. Coba tanya ibumu, punya tidak tabungan emas. Nenekmu, pasti punya. Nah itu sebenarnya. Jadi, cara berpikir kami sebenarnya tidak susah. Karena customer juga enggak susah. Nanti kalau susah, customer kami nanti bingung.

Treasury itu sangat mudah, kami mengajak orang untuk menyimpan. Satu lagi yang kami lakukan adalah harga kami sebaik mungkin yang kami bisa berikan ke konsumen.

Kami mau fair dengan bersikap transparan. Kalau kamu lihat di aplikasi Treasury, harga emas itu berubah tiap menit. Dan itu mengacu harga internasional. Kenapa tiap menit enggak tiap detik? Kalau detik, kita lagi ngetik, harga bisa berubah. Nanti lama-lama dilempar handphone-nya karena kesel.

Minat milenial dalam investasi emas?

Kalau berbicara soal milenial, berdasarkan riset kami, kami tanya soal konsep nabung, milenial enggak kenal konsep nabung katanya. Saya ketawa aja. Kenapa? 'Ya saya enggak punya duitnya, Tante,' dia bilang gitu. Habis itu dia beli kopi.

Bukan enggak punya duitnya, emang enggak mau nabung aja. Kalau dia enggak punya duit, ya enggak bisa beli kopi dong. Saya kasih tahu kalau hari ini kamu enggak beli kopi aja, mereka bisa beli emas. Mereka enggak percaya. Ya bisa, di kami itu bisa beli emas dari Rp20 ribu.

Jadi, kalau berbicara tentang milenial, milenial itu YOLO (you only live once) itu bener. Tapi sebenarnya mereka terbuka untuk berdiskusi. Pada saat saya ajak bicara, katanya kamu enggak bisa nabung karena enggak punya uang, berapa banyak kamu jajan per harinya? Banyak, Rp100 ribu per harinya. Jadi, saya bilang, ini bukan soal kamu enggak bisa, ini soal kamu mau apa enggak. Dan saya bilang, saya enggak bisa maksa kamu untuk nabung, itu harus dari kesadaran sendiri.

Menurut saya, banyak image atau persepsi, yang kesannya miring soal milenial. Apakah itu bener atau tidak, saya melihatnya, itu bukan soal milenial atau enggak, itu memang mereka di tahap umur seperti itu. Saya juga kan pernah di umur itu, dan saya rasa saya pun melakukan hal yang sama. Maunya enak-enak aja dong, boro-boro mikirin masa depan. Kalau saya ngelihatnya seperti itu.

Kalau orang marah-marah dengan sandwich generation, di zaman saya ada itu sandwich generation. Jadi bukan generasi ini beda sendiri. Yang membedakan, generasi ini untuk teknologi sangat paham. Saya lumayan nih masih tergantung dengan laptop, orangtua saya boro-boro mau pegang laptop. Bedanya hanya itu. Selain itu sama, itu cuma fase umur, makin lama, ya makin dewasa.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: