Terminologi ekoturisme semula hanya mencakup tiga pilar ekowisata, yaitu ekologi, sosial-budaya, dan ekonomi. Mulai tahun 2010, untuk melengkapi tiga pilar itu dimasukkan pilar pendidikan, pengalaman, kepuasan, serta kenangan.
Pemaknaan terbaru itu menjadikan tata nilai ekowisata harus melekat pada semua bentuk kegiatan ekowisata mulai dari perkotaan (eco-city tourism) hingga pedesaan (eco-rural tourism), dari dasar laut (eco-marine tourism) hingga puncak gunung (eco-forest and mountainous tourism); baik pada theme park milik swasta, maupun tapak milik masyarakat atau pemerintah (Ricky Avenzora, 1988).
Baca Juga: Save Our Sea: Membangun Asa Via Ekowisata
Selanjutnya, yang dimaksud dengan ekowisata bahari adalah kegiatan wisata yang mengandalkan daya tarik alami lingkungan pesisir dan lautan (langsung maupun tidak langsung). Ekowisata bahari merupakan konsep pemanfaatan daya tarik (estetika) sumber daya hayati pesisir dan pulau-pulau kecil yang berwawasan lingkungan. Sebagai suatu bentuk atau upaya dari reaksi terhadap keberkelanjutan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya secara bersamaan di wilayah pesisir.
Ekowisata bahari didefinisikan: marine tourism include those recreational activities that involve travel away from one's place of residence and which have their host or focus the marine environment (where the marine environment is defined as those waters which are saline and tide - affected). (Orams, 1999).
Atau didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan bahari. Lingkungan bahari yang dimaksud, yaitu lingkungan perairan laut yang bersifat garam dan dicirikan dengan adanya karakter dan pengaruh gelombang. Ekowisata bahari tidak termasuk di dalamnya mencakup: kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya bahari untuk tujuan perdagangan atau budidaya, misalnya perikanan komersial, perkapalan, eksplorasi alam, serta kegiatan penelitian; dan kegiatan yang berlangsung di lingkungan perairan/air tawar (perairan sungai dan danau di daratan).
Potensi Ekowisata Bahari
Sumber daya ekowisata bahari adalah keseluruhan potensi sumber daya bahari yang dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk mendukung pengembangan kegiatan ekowisata bahari. Potensi sumber daya ekowisata bahari meliputi tiga bentang yang berbeda, yaitu bentang darat pantai, bentang laut (perairan di sekitar pesisir pantai maupun lepas pantai yang menjangkau jarak tertentu yang memiliki potensi bahari), dan dasar laut.
Pemanfaatan ketiga bentang untuk kegiatan ekowisata bahari dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) bentang darat pantai: kegiatan rekreasi olahraga susur pantai, bola voli pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal di pantai (cliff), dan menelusuri gua pantai; (2) bentang laut: kegiatan berenang (swimming), memancing (fishing), bersampan yang meliputi mendayung (boating), sea kayaking dan berlayar (sailling), berselancar (surfing), parasailing, dan sea cruising (3) dasar laut: kegiatan menyelam (diving), snorkeling, dan coral viewing dengan alat bantu dan/atau kendaraan (kapal selam kaca mini) atau tanpa alat bantu sama sekali.
Baca Juga: Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy
Adapun tujuan kegiatan wisata bahari dibedakan menjadi wisata minat khusus dan wisata umum (rekreasi). Wisata minat khusus merupakan bentuk perjalanan wisatawan mengunjungi tempat karena memiliki minat/tujuan tertentu dan secara aktif terlibat di setiap kegiatan di lingkungan laut dan pesisir serta komunitas yang dikunjunginya.
Sementara itu, wisata umum/rekreasi adalah kegiatan yang dilaksanakan di waktu luang secara bebas dan menyenangkan. Tidak ada tujuan khusus dari kegiatan wisata khusus ini, namun saat ini rekreasi diarahkan pada wisata edukatif, bertujuan agar wisatawan mendapatkan nilai tambah dan pengetahuan yang bermanfaat.
Perubahan Paradigma
Selama ini, ekowisata bahari nasional umumnya dikomersilkan dengan cara konvensional. Akibatnya, kesadaran tentang pelestarian lingkungan masih minim sehingga dampak kerusakan akibat kehadiran para pengunjung objek wisata menjadi tak terhindarkan. Yang dirasakan masyarakat justru baru sebatas enjoy dan happy karena bisa melihat ramainya pengunjung ke lokasi. Sementara dampak secara ekonomi masih jauh dari harapan dan belum dirasakan masyarakat setempat untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Dewasa ini, paradigmanya telah berubah. Kesadaran dari para pemerhati ekowisata bahari mulai tumbuh dan meningkat. Ekowisata kini menjadi solusi yang banyak diperbincangkan para pelaku dan pakar di bidangnya, dan bahkan mulai disepakati lebih menekankan pola ekowisata yang dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya setempat serta mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasinya.
Baca Juga: Pemerintah Tapanuli Selatan Dorong Daerahnya Jadi Ekowisata
Dengan demikian, perlu pengembangan ekowisata bahari agar pengembangan pariwisata yang strategis dan berkelanjutan mampu: (1) membuka destinasi baru di kawasan wisata Nusantara; (2) mengangkat akses laut sebagai sarana pencapaian daerah tujuan wisata (DTW) dan pesisir Indonesia yang terisolir; (3) membentuk untaian destinasi di perairan Nusantara; (4) menjalin jejaring (network) antara kabupaten, kota, dan provinsi; (5) membuka peluang informasi dan edukasi industri bagi masyarakat dan pemuda pesisir; (6) memotivasi kaum muda pesisir untuk melakukan inovasi dalam wacana kebaharian; (7) sebagai sarana promosi dunia; (8) dan sebagai sarana pendukung pendapatan asli daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Membangun Ekowisata Berbasis Masyarakat
Pola pengembangan ekowisata bahari berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata bahari dan segala keuntungan yang diperoleh. Beberapa hal tentang ekowisata bahari berbasis masyarakat al:
1. Ekowisata bahari berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang memprioritaskan keterlibatan peran aktif masyarakat. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata berarti mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola;
Baca Juga: Ridwan Kamil Sebut Ekowisata Pangandaran Naik Tiga Kali Lipat
2. Ekowisata bahari berbasis masyarakat akan mencegah terjadinya kecemburuan sosial dan adanya kemungkinan upaya masyarakat melakukan aksi destruktif terhadap objek wisata atau sarana yang ada pada objek wisata tersebut;
3. Dampak pengelolaan ekowisata bahari akan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat sehingga mengurangi kemiskinan. Peluang kerja dan penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk pengunjung seperti ongkos, transportasi; penginapan; menjual souvenir; serta biaya buat pemandu wisata dll;
4. Sharing pengalaman dari para wisatawan setelah menikmati keindahan alam dan budaya akan dia gambarkan dan ceritakan kepada semua orang-orang dekatnya, bahkan kepada semua orang di belahan dunia. Maka, mereka akan mencari apa saja (barang) yang bisa menjadi tanda tentang tempat indah tersebut. Bagi yang remaja mungkin akan segera mengabadikan lewat foto atau mencari cendera mata yang menggambarkan lokasi sehingga dari itu saja sudah melibatkan masyarakat untuk jasa foto dan penjual.
Para ibu juga akan berlomba mencari tas, pakaian, dan perhiasan seperti cincin, kalung, gelang bermotif khas wisata setempat. Sementara bapak-bapak akan mencari topi atau kaos bergambar lokasi wisata. Hal-hal itu saja sudah melibatkan masyarakat dalam jumlah banyak. Belum lagi, setelah berbelanja, wisatawan cenderung segera mencari tempat kuliner;
5. Ekowisata bahari berbasis masyarakat ini akan menghidupkan industri dan jasa makanan dan minuman. Home stay, hotel, penginapan, dan restoran pasti juga akan kebagian rezeki besar sehingga jika semua aktivitas wisatawan dinilai dari aspek finansial maka akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian masyarakat setempat;
6. Pola ekowisata bahari berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tetapi secara simultan dan terintegrasi menjalankannya bersama segenap penggiat wisata di tempat itu. Mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan organisasi nonpemerintah. Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah;
Sehingga pelibatan para pihak terkait diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing;
7. Ekowisata bahari membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antarpenduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata. Di kawasan ekowisata juga terdapat kawasan three in one, yaitu berbuat satu dapat tiga manfaat.
Jika pemerintah dan masayarakat dapat mengembangkan ekowisata pesisir dan laut maka akan diperolah tiga manfaat sekaligus, yaitu kelestarian sumberdaya pesisir dan laut terjamin, kesejahteraan masyarakat meningkat, dan satu bonus tidak perlu mengeluarkan biaya konservasi sumber daya pesisir dan laut karena kelestarian sumber daya akan terjaga dengan sendirinya jika dikelola dengan baik;
8. Ekowisata bahari berbasis masyarakat harus terprogram. Secara keseluruhan program ekowisata bahari di wilayah tersebut melewati tahapan program yaitu:
- Tahap 1
Perencanaan dan pembentukan kelompok
- Tahap 2
Pengembangan ekowisata bahari berbasis masyarakat melalui pengenalan ekowisata kepada pelaku-pelaku usaha terkait wisata, yaitu pemilik penginapan, penyedia jasa catering, penyedia kapal dan para pemandu lainnya, melalui sosialisasi dan pelatihan yang didukung pemerintah untuk menjamin keberlanjutan pengembangan ekowisata
- Tahap 3
Penguatan kapasitas anggota kelompok melalui berbagai pelatihan untuk meningkatkan kapasitas terkait kegiatan ekowisata untuk anggota kelompok
- Tahap 4
Pengembangan kemandirian organisasi melalui serangkaian pelatihan organisasi, sosialisasi kelompok kepada pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya, mempromosikan kelompok kepada pasar, serta meningkatkan peran organisasi dalam pengelolaan objek wisata (Budi Santoso dkk, 2010).
Butuh Pengelolaan Secara Terpadu
Pembangunan ekowisata bahari di wilayah pesisir dan laut menghendaki kerja sama stakeholders pembangunan di kawasan pesisir dan laut, yaitu pemerintah pusat dan daerah, masyarakat pesisir, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat. Para pihak tersebut harus menyusun perencanaan pengelolaan terpadu yang dapat mengakomodir segenap kepentingan mereka.
Beberapa hal yang mendasari pentingnya pengelolaan secara terpadu yaitu: pertama, secara empiris terdapat keterkaitan ekologis antara ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan peisisir dengan lahan atas dan laut lepas. Perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir (hutan mangrove), cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya.
Kedua, dalam satu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari satu jenis sumberdaya alamiah, sumberdaya buatan dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan.
Ketiga, dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki kepeterampilan atau keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda seperti petani sawah, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga, dan sebagainya.
Keempat, baik secara ekologis maupun secara ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur atau single use sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
Kelima, kawasan pesisir merupakan sumber daya milik bersama yang dapat digunakan oleh siapa saja dengan berprinsip memaksimalkan keuntungan. Hal ini menyebabkan kawasan pesisir rawan terkena masalah pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam, dan konflik pemanfaatan ruang. (Ambo Tuwo, 2011)
Butuh Sarana Penunjang
Adanya kegiatan pariwisata di suatu tempat, termasuk ekowisata bahari, berimplikasi pada kebutuhan sarana dan prasarana penunjang yang bervariasi, baik jenis maupun bentuk dan konstruksi fisiknya, tergantung pada sumber daya jenis kegiatan wisata yang dikembangkan.
Sarana dan prasarana penunjang diadakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama mereka tinggal den berwisata di suatu daerah tujuan wisata tertentu, termasuk kebutuhan makan-minum, tidur, dan hal-hal mendasar lainnya. Fasititas yang disediakan, mencakup akomodasi, rumah makan, transportasi, dan beberapa fasilitas umum pertokoan lainnya yang terkait langsung dengan wisatawan.
Baca Juga: 30 Desa Wisata Baru Bakal Hadir di Jabar
Berdasarkan sumber daya dan kegiatan wisata yang dikembangkan, terdapat fasilitas khusus yang sangat spesifik dan hanya diperlukan untuk kegiatan yang satu, tetapi tidak atau kurang dibutuhkan untuk kegiatan lainnya. Kegiatan wisata bahari selam misalnya, membutuhkan sarana penunjang untuk mendukung para penyelam, seperti kapal, dermaga, tabung oksigen, kompresor, dan lain-lain.
Bentuk dan konstruksi sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan juga sangat beragam. Penyediaan dermaga bagi kapal bisa bervariasi dari yang sederhana untuk kapal-kapal kecil sampai dermaga besar berkelas untuk pelabuhan kapal penyeberangan. Penyediaan fasilitas akomodasi pun menjadi sangat beragam, mulai dari hotel bintang lima bertingkat banyak hingga losmen atau home stay sederhana atau bahkan bangunan semi-permanen.
Keuntungan Pengembangan Ekowisata Bahari
Pengembangan ekowisata bahari dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Beberapa prinsip pengembangan ekowisata bahari: pertama, mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Hal ini harus dapat disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal.
Kedua, mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi. Ketiga, mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata bahari dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan pajak konservasi dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan, dan meningkatan kualitas kawasan pelestarian.
Keempat, masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata. Kelima, keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga dan melestarikan kawasan pesisir dan laut.
Keenam, semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Ketujuh, pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem secara alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan.
Kedelapan, apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah, (Ambo Tuwo, 2011).
Kendala
Ada beberapa kendala bagi ekowisata bahari di Indonesia. Yang pertama adalah olahraga bahari yang belum populer di kalangan wisatawan Nusantara. Olahraga yang ada dan terkenal sekarang hanya diving yang belum digemari orang Indonesia. Kebanyakan yang menggemari adalah orang asing (Sapta Nirwandar). Kendala lainnya adalah sebagai berikut
1. Ekowisata bahari Indonesia semakin menggeliat, namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Pertama, masalah belum optimalnya pemanfaatan potensi pesisir dan pulau-pulau kecil. Kedua, masalah konektivitas. Terbatasnya infrastruktur, sumber daya manusia, dan perizinan masih sulit.
Ketiga, masalah degradasi sumber daya alam yang bisa terjadi karena pencemaran, bencana alam, dan perubahan iklim. Saat ini hanya sekitar lima persen terumbu karang yang masih bagus. Keempat, belum tertatanya ruang laut melalui rencana zonasi wilayah pesisir dan sistem perizinan. Ruang bawah laut juga harus ditata karena Indonesia memiliki 16 juta hektare kawasan konservasi laut;
2. Kapasitas pengelolaan destinasi ekowisata bahari masih perlu didukung peningkatan SDM tata kelola bahari dalam standardisasi, higienis, packaging produk dsb;
3. Belum ada kejelasan terhadap kepemilikan pulau-pulau kecil yang tersebar di Indonesia yang sebenarnya berpotensi sebagai tempat ekowisata bahari. Tiap pulau memiliki estetika laut sebagai tempat wisata yang dapat menjadi sumber pemasukan negara;
4. Belum memiliki pelabuhan untuk cruise, yacht, serta marina berstandar internasional. Juga fasilitas pariwisata terintegrasi terutama di bidang bahari seperti halnya The Great Barrier Reef Marine Park di Australia yang seharusnya menjadi panutan Indonesia sehingga wisata bahari menjadi bidang pariwisata bahari yang menjanjikan.
Beberapa Hal yang Perlu Dicermati
1. Pembahasan tentang ekowisata bahari menjadi penting ketika kelestarian alam dan entitas yang melekat padanya perlu diselamatkan (dijaga dari kepunahan) sehingga pengelolaan ekowisata bahari perlu dilakukan secara khusus. Untuk itu, kegiatan ekowisata bahari harus menjadi kebutuhan primer yang dalam implementasinya harus berbasis masyarakat dan disesuaikan dengan kekuatan ekonomi masing-masing daerah.
Kegiatan tersebut harus pula dianggap sebagai jenis usaha yang berkelanjutan serta bermanfaat bagi lingkungan dan ekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi;
2. Strategi pengelolaan ekowisata bahari di masa mendatang adalah segera menyelesaikan permasalahan-permasalahannya seperti status lahan, penentuan zonasi yang aman untuk kegiatan snorkeling dan diving yang jelas, penentuan daerah zonasi perlindungan laut untuk konservasi dan pemanfaatan agar berjalan secara bersinergis, pengelolaan sampah baik sampah dari aktvitas wisatawan maupun sampah yang datang dari dan ke laut, dsb;
3. Merumuskan program Save Our Sea antara lain Program Konservasi (Marine Diversity, Bio, and Geo Diversity) sebagai contoh konservasi biota laut: Program Edukasi (Wisata Bahari dan Wisata Edukasi serta Program Pemberdayaan masyarakat) secara terintegrasi dan berkelanjutan.
Program tersebut harus dapat dilakukan secara bersinergi dan terintegrasi, serta dapat diimplementasikan di daerah (pemda, komunitas, & bufferzone pelaku kawasan), sehingga program tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat;
4. Bagi Indonesia sebagai negara maritim, ekowisata bahari tidak hanya menjadi objek pariwisata yang potensial untuk dikembangkan, melainkan juga menjadi kunci bagi upaya pendekatan pariwisata berkelanjutan terhadap perpaduan konservasi dan pengembangan taman wisata perairan agar daya tarik pariwisata yang terus hidup;
5. Tujuan kegiatan ekowisata bahari adalah membentuk kesadaran dalam melestarikan wilayah lautan dan pesisir di masa kini dan mendatang. Ekowisata bahari merupakan bentuk implementasi dari lintas sektor antara pariwisata dan kelautan, dengan mengembangkan dan memanfaatkan objek daya tariknya berupa kekayaan alam yang indah, serta keragaman flora dan fauna, seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan;
6. Segmen pasar ekowisata bahari masih sangat besar. Wisman yang datang ke Indonesia, 70% memiliki tujuan ke laut. Wisatawan nusantara (wisnus) masih tergolong kecil persentasenya. Agar ekowisata bahari tetap berkelanjutan, maka (a) masyarakat diberi kewenangan mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata sesuai visi dan harapan masa depannya.
(b) Ekowisata dikembangkan sebagai salah satu program usaha - menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. (c) Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya.
(d) Peningkatan layanan dengan sentra sebagai edukasi, promosi, dan pendampingan manajemen di spot bahari. (e) Peningkatan promosi, UMKM kreatif bagi pelaku usaha. (f) Akses edukasi pembiayaan dengan sistem bagi hasil untuk peningkatan produktivitas bahari.
Akhir kata, walaupun memiliki potensi wisata bahari yang sedemikian besar, Indonesia masih dianggap kalah dengan negara-negara tetangga dalam hal mendatangkan wisatawan mancanegara. Penyebabnya tak lain adalah kemampuan Indonesia mengemas objek wisata masih kurang, prasarana juga belum memadai termasuk aksesibilitas mulai dari transportasi hingga akomodasinya, ditambah lagi faktor biaya yang mahal.
Tak perlu menyalahkan satu sama lain. Yang penting, saat ini maupun sampai kapanpun dibutuhkan gawe bersama yang terintegrasi antara pelaku bisnis wisata, pemerintah baik lokal maupun pusat, serta pelibatan aktif dari masyarakat setempat. Ayo majulah bangsaku. Berani terima tantangan?
Pertanyaannya, kenapa harus berani menerima tantangan? Karena Annie Van De Wiele mengatakan: seni menjadi seorang pelaut adalah tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Pernyataaan ini menjadi wajar dan relevan karena sebagai anak bangsa maritim, harusnya kita mulai sadar untuk tidak selamanya menjadi buruh dilaut kita sendiri, dan menjadi penonton di kemajuan tanah garapan kita sendiri. Kita harus mampu memanfaatkan peluang dan tantangan untuk mencapai kesejahteraan dan masa depan masyarakat sesuai amanat konstitusi.
Kita harus bangkit dan berlari kencang untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Seperti kata bijak Aristoteles: Kita harus membebaskan diri kita dari harapan laut akan tenang. Kita harus belajar untuk berlayar di angin kencang. – Aristoteles.
Keterlibatan aktif masyarakat ikut serta dalam pembangunan ekowisata bahari yang berkelanjutan akan menjadi darah segar untuk mencapai tujuan kesejahteraan bagi dirinya, sekaligus pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Sehingga tidak berlebihan jika masyarakat sudah bisa berkata lantang seperti Jimmy Dean: Aku tidak bisa mengubah arah angin, tapi aku bisa menyesuaikan layarku untuk mencapai tujuan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: