"Bila mencermati Pasal 23 ayat (d) UU Kewarganegaraan, maka pembentuk UU saat sangat cermat menangkap kekisruhan apa yang dimaksud dengan 'negara'. Oleh karenanya, pembentuk UU tidak menggunakan istilah 'negara' dalam rumusan Pasal 23 huruf (d). Adapun yang digunakan adalah istilah 'dinas tentara asing'," kata Hikmahanto.
Maka, karena menggunakan 'dinas tentara asing', menurutnya, dengan begitu negara yang dimaksud tidak sekadar yang diakui oleh Indonesia. Tetapi juga masuk kategori yang tidak diakui, atau dalam pengertiannya bisa juga pemberontak di suatu negara.
Atas penjelasan itu, sudah jelas bahwa mereka yang bergabung dengan ISIS telah kehilangan kewarganegaraannya. Sebab, ada unsur bergabung dengan tentara asing.
Baca Juga: Kalau Pemerintah Izinkan Eks ISIS Pulang, Pesantren Ini Mau Tampung
ISIS juga masuk dalam kategori yang dimaksudkan oleh UU Kewarganegaraan itu. Mengingat organisasi itu masuk kategori pemberontak, yakni pemberontak pemerintahan yang sah di Suriah dan Irak.
"Bila demikian, tidakkah para WNI yang tergabung dalam ISIS sebenarnya masuk dalam pemberontak di suatu negara? Oleh karenanya secara otomatis WNI yang tergabung dalam tentara ISIS akan kehilangan kewarganegaraannya," ujarnya.
Otomatis kehilangan kewarganegaraan terhadap 600 eks-ISIS itu, menurutnya, berdasarkan pada Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007. Peraturan itu mengatur tentang tata cara memperoleh, kehilangan, dan pembatalan kewarganegaraan.
Hikmahanto mengutip Pasal 31 ayat (1): "Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena... Kata 'dengan sendirinya' berarti tidak perlu lagi ada proses lanjutan bila terpenuhi salah satu dari berbagai alasan yang ada," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: