Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nihil Kasus, Sebenarnya Indonesia Mampu atau Tidak Deteksi Virus Corona Baru?

Nihil Kasus, Sebenarnya Indonesia Mampu atau Tidak Deteksi Virus Corona Baru? Kredit Foto: Antara/Arnas Padda
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas kesehatan di Indonesia menegaskan bahwa mereka mampu mendeteksi virus corona baru, di tengah kekhawatiran akan adanya kasus yang tidak terdeteksi. Hampir satu bulan sejak ditemukan kasus virus corona baru di luar China, belum ada satu pun warga Indonesia yang dinyatakan positif terjangkit virus tersebut.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pengujian virus corona baru, mengatakan pada hari Selasa (11/2/2020) bahwa mereka telah memeriksa 64 kasus: 62 kasus dinyatakan negatif, sedangkan dua lainnya masih dalam pemeriksaan.

Baca Juga: Kasus Corona Nihil di Indonesia, Unair Ikut Beri Penjelasan

Vivi Setyawati, kepala pusat penelitian biomedis di Balitbangkes, mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki reagen, disebut primer yang dibutuhkan untuk mendeteksi materi genetik virus corona baru.

"Primer yang kita gunakan semua sudah sesuai protokol WHO," ujarnya.

Vivi menambahkan, tenaga kesehatan di Indonesia sudah berpengalaman dalam menghadapi wabah-wabah penyakit seperti flu burung, flu babi H1N1, SARS, dan MERS. "Kita sudah menghadapi hal itu, terus berulang. Jadi, kita sudah punya persiapan untuk itu," imbuhnya.

Virus corona baru alias novel coronavirus yang baru saja diberi nama SARS-CoV-2 telah menewaskan lebih banyak orang daripada wabah SARS pada tahun 2003. Pada hari Senin (11/2/2020), lebih dari 1000 orang di China meninggal dunia akibat virus ini, sementara 42.694 orang telah terinfeksi. Namun, jumlah kasus infeksi baru di China mulai menurun.

Virus ini juga telah menyebar ke 27 negara dan teritori, tapi sejauh ini baru ada dua kematian di luar China yang dilaporkan, termasuk Filipina dan Hong Kong.

Studi yang dilakukan sekelompok peneliti dari Universitas Harvard mengungkap kemungkinan adanya kasus yang tidak terdeteksi di sejumlah negara, termasuk Indonesia dan Kamboja. Para peneliti membuat prediksi berdasarkan penerbangan langsung dari Wuhan ke suatu negara sebelum penerapan pembatasan perjalanan.

Studi tersebut, diterbitkan di server pre-print medRxiv, belum melalui proses peer review atau pemeriksaan oleh sesama peneliti, tetapi telah dikutip dalam banyak laporan media dan sempat menimbulkan pertanyaan akan kemampuan Indonesia dalam mendeteksi virus corona baru.

Kementerian Kesehatan mengatakan studi oleh para peneliti Harvard itu adalah prediksi berdasarkan hitungan matematika yang belum tentu seseuai dengan kasus yang ditemukan di lapangan.

"Kalau diprediksi harusnya ada 6 kasus, ternyata sampai hari ini tidak ada, ya harusnya justru kita bersyukur. Kita sudah teliti dengan benar. Itu (penelitian ahli Harvard) hanya prediksi saja," kata kepala Balitbangkes, Siswanto, beberapa waktu lalu.

Amin Soebandrio, direktur lembaga penelitian biologi molekular Eijkman, mengatakan, faktor-faktor yang dimasukkan ke dalam perhitungan statistik dalam penelitian oleh para pakar Harvard adalah kondisi ketika Wuhan masih terbuka, kira-kira pertengahan Januari.

Selain itu, kata Amin, faktor yang dimasukkan hanya jumlah penerbangan atau jumlah orang yang bepergian. Sementara faktor-faktor lain, termasuk intervensi oleh pemerintah China sendiri serta negara-negara transit, sudah berubah secara signifikan. "Sehingga prediksi itu sebetulnya hanya berlaku di saat itu," ujarnya.

Bagaimana cara mendeteksi virus corona baru?

Berbeda dari bakteri, virus tidak memiliki sel. Ia hanya memiliki materi genetik yang dibungkus dalam selubung protein atau kapsid. Materi genetik itu bisa berupa DNA dan seperti dalam kasus virus corona, RNA. Virus menginfeksi dengan menyuntikkan materi genetiknya ke dalam sel kemudian membajak kemampuan sel tersebut untuk menggandakan diri, menciptakan lebih banyak virus.

Virus corona adalah famili yang terdiri dari banyak virus, tetapi hanya tujuh (termasuk virus baru ini) yang diketahui menginfeksi manusia. Keluarga virus ini menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari flu biasa hingga penyakit parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV). Penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru dari Wuhan kini dinamakan Covid-19.

Untuk mendeteksi virus corona baru, petugas kesehatan di rumah sakit atau Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) mengambil sampel dari tenggorokan pasien diduga tertular atau suspect, yaitu pasien yang menunjukkan gejala infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan memiliki riwayat perjalanan ke tempat-tempat yang terdampak virus tersebut.

Sampel kemudian dibawa ke laboratorium Balitbangkes di Jakarta, tempat para peneliti kemudian melakukan uji untuk menentukan "identitas" virus secara genetik. Para peneliti di laboratorium menggunakan primer, yaitu urutan (sekuens) basa nukleotida yang akan menempel pada materi genetik virus kemudian memperbanyaknya dalam proses yang dinamakan polymerase chain reaction (PCR).

Setelah proses perbanyakan (amplifikasi) dalam mesin PCR, didapatkan lebih dari satu miliar salinan materi genetik sampel. Jumlah ini cukup banyak untuk dideteksi dengan metode yang dinamakan fotospektroskopi. Dalam proses ini, para peneliti menggunakan kontrol positif, yaitu virus corona baru, dan kontrol negatif, yaitu larutan reagen saja. Jika sampel menunjukkan positif, peneliti kemudian melakukan sekuensing materi genetiknya untuk mengonfirmasi identitas virus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: