Eks Jubir Bantah Ucapan Pramono Anung: Gus Dur Lengser Bukan karena ke Kediri, tapi Megawati
Eks Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi, mengakui di Indonesia ada daerah-daerah yang dianggap tabu oleh para penguasa seperti di Kediri, Kudus, dan beberapa daerah lain. Namun, dia membantah pernyataan Pramono Anung yang menyebut Gus Dur lengser akibat mengunjungi Kediri.
"Gus Dur itu tidak ada hubungannya dengan itu, lengsernya Gus Dur 100 persen karena persoalan politik," kata Adhie, Senin (17/2/2020).
Baca Juga: Heboh Larangan Jokowi ke Kediri, Andi Arief Sebut Kekuasaan Jokowi dalam Tekanan
Adhie menyebut ada konflik antara Gus Dur dengan kalangan elite di Indonesia. Tidak terkecuali dengan wakilnya sendiri kala itu yaitu Megawati Soekarnoputri.
"Tetapi yang melengserkan Gus Dur ini adalah Megawati karena kalau Megawati tidak mendorong sidang istimewa untuk melengserkan Gus Dur, sidang istimewa itu tidak akan terjadi. PDIP saat itu jadi kekuatan terbanyak," kata Adhie lagi.
"Faktanya yang menggantikan Gus Dur adalah Megawati," tegas Adhie.
Adhie mengaku persoalan politik pada saat Gus Dur menjadi presiden memang kompleks. Akan tetapi, tegas dia lagi, tidak ada kaitannya dengan kunjungan ke Kediri.
"Pramono Anung boleh saja percaya terhadap mitos-mitos itu. Namun, apabila hal itu dikaitkan dengan kejatuhan Gus Dur, pernyataan itu bisa jadi manipulasi politik karena bukan itu persoalannya," katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rokhimin Dahuri, menilai pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang menyebut Presiden Jokowi tidak ke Kediri karena takut dilengserkan dalam konteks bercanda.
Pramono mengatakan dia termasuk yang menyarankan Jokowi tidak ke Pesantren Lirboyo Kediri lantaran khawatir dilengserkan. Berkaca pada Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, usai dari Kediri situasi di Jakarta langsung gonjang ganjing dan lengser.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum