Grab, penyedia layanan transportasi online (ride-hailing) diprediksi makin kuat setelah menerima investasi sebesar US$ 856 juta setara dengan Rp12,84 triliun (kurs Rp15.000) dari Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) dan TIS, anggota TIS INTEC Corp.
Bersama MUFG, Grab akan membangun layanan keuangan di Asia Tenggara untuk meningkatkan inklusi keuangan di wilayah tersebut. Kedua perusahaan akan bersama-sama membangun produk dan layanan keuangan inovatif, berdasarkan pada insight konsumen untuk lebih melayani kebutuhan pengguna Grab, mitra-pengemudi, dan mitra-merchant-nya.
Baca Juga: Gara-Gara Dicolek Regulator, Grab Hentikan Layanan Ini di . . . .
Sementara itu, dalam kemitraan strategis dengan TIS, kedua perusahaan akan mengembangkan infrastruktur pembayaran digital di wilayah tersebut dan Jepang untuk mempercepat adopsi pembayaran tanpa uang tunai, seperti GrabPay di Asia Tenggara. Kedua perusahaan juga akan berkolaborasi dalam mengembangkan teknologi pembayaran baru.
"Pembayaran digital sekarang mulai berkembang di Asia Tenggara karena mereka dapat melayani mereka yang memiliki akses ke komunikasi seluler, tetapi belum terlayani oleh perbankan," ujar Ming Maa, President Grab melalui siaran pers diterima Warta Ekonomi.
Penggalangan dana baru Grab direalisasikan bersamaan dengan munculnya desas-desus tentang rencana merger Grab dan Gojek. Menurut laporan theinformation.com awal bulan Feb ini, mengutip orang yang mengetahui masalah ini, tim manajemen kedua perusahaan telah melakukan pembicaraan serius tentang potensi merger dalam beberapa bulan terakhir. Analis mengatakan penggalangan dana tersebut memberi tekanan pada Gojek karena perusahaan tersebut masih berkutat dengan ekspansi internasional, sementara bisnisnya di Indonesia menghadapi ancaman besar dari Grab.
Alex Le, CEO Jetspree dan mantan Managing Director Zalora, Easy Taxi, berpendapat, penggalangan dana Grab memberi tekanan besar pada Gojek karena Gojek harus mengumpulkan lebih banyak uang untuk bersaing yang sulit dilakukan dalam lingkungan makro saat ini. Penggalangan dana terbaru Grab yang besar juga memaksa Gojek untuk mempertahankan 'rumah' mereka di mana Grab telah melakukan invasi dalam layanan pengiriman dan transportasi makanan.
"Jika mereka tidak segera memperkuat diri, Gojek akan terus menerima pukulan ketika Grab makin merambah pasar Gojek di Indonesia," ujar Alex.
Sementara, lembaga penelitian ABI Research yang berpusat di London menyatakan dalam rilisnya pada bulan September 2019 bahwa Grab telah mempertahankan pangsa pasar transportasi online 11,4 persen di wilayah Asia-Pasifik dengan dominasi di pasar Indonesia dan Vietnam. Di Indonesia, Grab memimpin dengan menguasai 64 persen pangsa pasar, pesaingnya, Gojek menguasai 35,3 persen pasar Indonesia.
Menurut ABI, kepemimpinan pasar ini adalah buah dari kesuksesan Grab dalam menyediakan super-aplikasi yang dapat menangkap volume besar permintaan publik selain transportasi, yaitu pengiriman barang dan makanan, serta layanan keuangan melalui GrabExpress, GrabFood, GrabFresh, dan GrabFinance.
James Hodgson, Analis Utama Smart Mobility di ABI Research, mengatakan, operasi ride-hailing makin tertekan oleh langkah-langkah untuk meningkatkan insentif pengemudi dan subsidi tarif untuk menemukan pelanggan baru dan memperluas pangsa pasar. Oleh karena itu, pengembangan untuk menjadi 'supermarket' dari layanan mobilitas pintar yang dilakukan oleh Grab adalah contoh inovasi yang berhasil.
"Grab juga menunjukkan komitmennya untuk pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih luas, termasuk dalam membangun ekosistem kendaraan listrik dan pembangunan ibu kota baru," ujar James.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: