Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Save Our Sea: Menunggu Peran Seniman Kembangkan Desa Wisata Budaya

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Save Our Sea: Menunggu Peran Seniman Kembangkan Desa Wisata Budaya Kredit Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism development) berarti pembangunan pariwisata yang tanggap terhadap minat wisatawan dan keterlibatan langsung masyarakat setempat dengan tetap menekankan upaya perlindungan dan pengelolaannya berorientasi jangka panjang.

Upaya pengembangan dan pengelolaan sumber daya yang dilakukan harus diarahkan agar dapat memenuhi aspek ekonomi, sosial, dan estetika sekaligus menjaga keutuhan dan kelestarian ekologi, keanekaragaman hayati, budaya, serta sistem kehidupan (WTO, 1990). Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan pada prinsip layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan, dapat diterima secara sosial, dan dapat diterapkan secara teknologi.

Baca Juga: Save Our Sea: Menunggu Kiprah Kaum Muda Bangkitkan Millennial Tourism

Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diintegrasikan dalam tiga sasaran utama pencapaian, yaitu (1) kualitas sumber daya lingkungan (alam dan budaya) di mana pembangunan pariwisata harus tetap menjaga keutuhan sumber daya alam dan budaya yang ada serta memperhatikan daya dukung kawasan tersebut apakah masih mampu menerima/menolerir pembangunan pariwisata.

(2) Kualitas hidup masyarakat setempat (sosial ekonomi) di mana pembangunan pariwisata harus mampu memberikan dampak positif bagi sosial ekonomi masyarakat setempat sehingga menumbuhkan kesempatan kerja dan memandirikan masyarakat secara ekonomi. (3) Kualitas pengalaman berwisata (wisatawan) di mana pembangunan pariwisata harus peka terhadap tingkat kepuasan wisatawan sehingga menjadikan perjalanan wisatanya sebagai sebuah pengalaman yang berharga.

Pariwisata dan Budaya

Pengembangan pariwisata Indonesia yang menggunakan konsepsi pariwisata budaya dirumuskan dalam UU Pariwisata Nomor 9 Tahun 1994. Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Setiap langkah dan gerak pengembangannya secara normatif diharapkan tetap bertumpu pada kebudayaan bangsa. Segala aspek yang terkait dengan pariwisata seperti promosi, atraksi, arsitektur, etika, organisasi, pola manajemen, makanan, souvenir diharapkan sedapat mungkin menggunakan potensi kebudayaan.

Kedudukan seni dan kebudayaan dalam pengembangan pariwisata Indonesia, tidak saja sebagai media pendukung, tetapi juga sebagai pemberi "identitas" kepada masyarakat itu sendiri. Kebudayaan menurut Oka A Yoeti (2006), suatu entitas yang otonom dalam kehidupan manusia, dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu dalam konstelasi sosial maupun lingkungan alamiah. Komponen pokok kebudayaan yang pertama adalah pandangan yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah nilai-nilai budaya beserta segala hasil pemikiran manusia dalam masyarakat, sedangkan tingkah laku dan benda-benda adalah akibat ikutan.

Yang kedua, kebudayaan adalah keseluruhan hasil pemikiran, pola tingkah laku, dan benda-benda karya manusia. Kebudayaan bagaikan sebuah rumah yang seorang merasa aman di dalamnya. Rasa aman dapat menjadi panduan di setiap perjalanan mencari makna hidup.

Budaya berperan penting dalam pariwisata. Salah satu yang menyebabkan orang ingin melakukan perjalanan wisata adalah adanya keinginan untuk melihat cara hidup dan budaya orang lain. Serta keinginan mempelajari budaya orang lain. Industri pariwisata mengakui peran budaya sebagai faktor penarik dengan mempromosikan karakteristik budaya dari destinasi.

Sumber daya budaya dimungkinan untuk menjadi faktor utama yang menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Sumber yang bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata di antaranya (1) bangunan sejarah, situs, monumen, galeri seni, situs budaya kuno, dan sebagainya; (2) seni dan patung kontemporer, arsitektur, teksti;, pusat kerajinan tangan dan seni, pusat desain, studio artis, industri film, dan sebagainya.

(3) Seni pertunjukan, drama, sendratari, lagu daerah, teater jalanan, eksibisi foto, festival, dan event khusus lainnya. (4) Peninggalan keagamaan seperti pura, candi, masjid, situs, dan sejenisnya. (5) Kegiatan dan cara hidup masyarakat lokal, sistem pendidikan, sanggar, teknologi tradisional, cara kerja, dan sistem kehidupan setempat. (6) Perjalanan ke tempat sejarah menggunakan alat transportasi unik (I Gede Pitana, 2009).

Budaya memiliki  aspek utama, yaitu ide (gagasan), wujud, dan perilaku. Ditinjau dari segi isi, kebudayaan memiliki tujuh unsur pokok, yaitu unsur bahasa, organisasi sosial, sistem perekonomian, sistem teknologi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, dan sistem kesenian. Masing-masing sistem bila dikaitkan dengan karya seni cipta budaya selalu bersinggungan dan berkaitan. Kenapa?

Karena kesenian adalah perwujudan bentuk-bentuk yang ekspresif atau bentuk-bentuk ekspresi dari seseorang. Sebagai bagian dari budaya, kesenian digolongkan menjadi tiga golongan. Seni rupa, misalnya seni patung, kriya, seni grafik, seni reklame, seni arsitektur, dan seni dekorasi. Seni pertunjukan misalnya seni tari, karawitan, seni musik deklamasi, dan seni drama. Kemudian seni audio visual misalnya seni video, seni film (Kusmayati, 2000).

Menurut Havland, 1975 dalam bukunya Kusmayati, seni pertunjukan dapat dipilah menjadi kesenian tradisi, kesenian modern, dan kesenian masa. Kesenian tradisi merupakan kesenian yang berasal dari tradisi masyarakat lokal yang berkembang secara turun-temurun minimal dua generasi. Kesenian modern adalah kesenian yang dikembangkan dari tradisi yang disesuaikan dengan kebutuhan modern. Kesenian masa yang diubah perannya sebagai tontonan yang dapat menarik massa sebanyak-banyaknya.

Menurut Zeppel dan Hall (1992), seni pertunjukan sebagai heritage tourism yaitu bagian dari pariwisata budaya yang menceritakan secara ringkas kepada pengunjung tentang pentingnya motivasi budaya. Seni pertunjukan tradisional, kontemporer, maupun modern merupakan salah satu bentuk atraksi wisata, berupa special event yang menjadi andalan atau daya tarik wisata. Berpijak pada prinsip-prinsip pengembangan pariwsata berkelanjutan maka seni pertunjukan dalam konteks pariwisata idealnya didasarkan pada penggalian warisan budaya masyarakat setempat agar dapat menggambarkan karakteristik daerahnya.

Daya Tarik Wisata Budaya

Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Menurut Yoeti (2006), daya tarik wisata dibagi menjadi empat bagian yaitu (1) daya tarik wisata alam yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai, dan pemandangan alam lainnya. (2) Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan yang meliputi bangunan bersejarah dan modern, monumen, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko, dan tempat perbelanjaan lainnya.

Baca Juga: Save Our Sea: Melestarikan Mangrove, Mencegah Abrasi Pantai

(3) Daya tarik wisata budaya yang meliputi sejarah, agama, seni, teater, hiburan, dan museum. (4) Daya tarik wisata sosial yang meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas, dan pelayanan masyarakat. Daya tarik wisata juga harus memiliki komponen aksesibilitas dan amenitas (Damanik dan Weber, 2006).

Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan daya tarik wisata yang satu dengan lainnya di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut, dan udara. Aksesibilitas juga mencakup peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur rute dan tarif angkutan. Amenitas adalah insfrastruktur yang menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti fasilitas akomodasi, restoran, bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha penyewaan (rental), olahraga, informasi, dan lain sebagainya.

Menurut Damanik dan Weber (2006), daya tarik wisata budaya yang baik sangat terkait dengan empat hal, yaitu memiliki keunikan, originalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata.

Originalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian seberapa jauh produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja.

Tahapan Desa Wisata Budaya

Perkembangan desa wisata sebagai sebuah produk wisata dapat dikategorikan ke dalam tiga tahapan yaitu berpotensi, berkembang, dan maju. Berpotensi dicirikan masih berupa potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi destinasi wisata; pengembangan sarana dan prasarana wisata masih terbatas; belum ada/masih sedikit wisatawan yang berkunjung; kesadaran masyarakat terhadap potensi wisata belum tumbuh/masih rendah.

Berkembang dicirikan sudah dikenal dan dikunjungi wisatawan; sudah terdapat pengembangan sarana prasarana dan fasilitas pariwisata; sudah mulai tercipta lapangan pekerjaan dan aktivitas ekonomi bagi masyarakat setempat; kesadaran masyarakat terhadap potensi wisata sudah mulai tumbuh; masih memerlukan pendampingan dari pihak terkait (pemerintah atau swasta).

Maju dicirikan masyarakat sudah sepenuhnya sadar akan potensi wisata termasuk pengembangannya; sudah menjadi destinasi wisata yang dikenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan; sarana dan prasarana serta fasilitas pariwisata sudah memadai; masyarakat sudah mandiri dan mampu mengelola usaha pariwisata secara swadaya (SDM, produk organisasi, dsb); mampu melakukan promosi dan pemasaran secara swadaya serta mengembangkan jaringan kerja sama dengan pihak luar; dapat menjadi model percontohan bagi pengembangan desa-desa wisata lainnya.

Pengembangan Desa Wisata Budaya

Dalam pengembangan desa wisata budaya, terdapat beberapa hal penting untuk diperhatikan, yaitu produk wisata, sikap dan nilai (attitudes and values), konservasi dan daya dukung (conservation dan carrying capacity), promosi/pemasaran yang fokus dan selektif investasi yang berorientasi pada aset lokal.

Pengembangan produk wisata berdasarkan pada (1) keaslian (authenticity). Wisatawan selalu mencari authenticity experience atau pengalaman yang asli atau otentik. Pengalaman yang otentik ini didapatkan dari warisan budaya yang dijaga dan dilestarikan secara turun-menurun oleh suatu masyarakat di suatu destinasi. Pengembangan desa wisata yang sifatnya otentik adalah menjaga tradisi kelokalan, sikap sehari-hari, nilai-nilai budaya serta fitur alam yang unik dari suatu desa.

Baca Juga: Save Our Sea: Potensi Kapal Karam, Musibah yang Jadi Berkah

(2) Tradisi masyarakat setempat (local tradition). Tradisi merupakan sesuatu yang berakar dan melekat dengan kehidupan masyarakat di suatu daerah yang menjadi ciri atau karakter budaya yang dipelihara dari waktu ke waktu. Tradisi harus tetap dijaga dan dilestarikan karena selain menjaga identitas suatu masyarakat, tradisi yang kuat juga menjadi perhatian dan daya tarik sendiri bagi wisatawan.

Tradisi masyarakat dapat berupa kearifan lokal, adat istiadat, kesenian musik maupun seni tari, pakaian adat, serta makanan khas dari suatu desa wisata.

Sikap dan nilai suatu kebudayaan perlu dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat untuk menghindari degradasi nilai akibat pengaruh buruk yang ditimbulkan dari kunjungan wisatawan. Apabila wisatawan menghargai sikap dan nilai warisan budaya serta pola kehidupan suatu masyarakat maka masyarakat tersebut akan memiliki rasa kebanggaan tersendiri terhadap warisan budayanya. Hal ini akan membuat masyarakat menjaga, mempertahankan, dan melestarikan warisan budaya mereka.

Desa wisata yang memiliki masyarakat dengan sikap dan nilai-nilai yang baik akan membuat citra yang baik pula bagi desa wisata. Sikap dan nilai yang baik dapat ditunjukan dengan perilaku yang baik, ramah terhadap wisatawan, dan tegas terhadap aturan-aturan yang dipegang.

Pengembangan desa wisata harus menerapkan prinsip-prinsip pelestarian serta mendukung lingkungan. Hal ini penting agar dengan berjalannya pembangunan pariwisata, kapasitas maksimum daya dukung (carrying capacity) dari suatu destinasi dalam menyokong kebutuhan berbagai pemanfaatan tidak akan merusak alam, budaya, maupun lingkungan. Dalam pengelolaan desa wisata, upaya konservasi dapat dilakukan dengan pengaturan pola kunjungan, zonasi kawasan, serta penetapan daya dukung fisik (lingkungan) dan nonfisik (budaya dan masyarakat).

Karakter kegiatan wisata desa pesisir sebagai bentuk wisata alternatif, menuntut pengembangan strategi promosi dan pemasaran yang lebih terfokus dan selektif dengan kombinasi promosi online (media digital, elektronik) maupun offline (roadshow, famtrip).

Peran Seniman

Peranan seniman dalam masyarakat Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peranan seniman dalam masyarakat Indonesia membangun. Membangun diartikan sebagai usaha dalam berbagai bidang yang bertujuan untuk mencapai keadaan yang lebih layak dan lebih baik. Pembangunan nasional menghendaki terciptanya suatu pembangunan yang seimbang antara pembangunan lahiriah dan batiniah.

Pembangunan nasional yang berwawasan kebudayaan memiliki strategi dasar yang meliputi tujuan pembangunan nasional yang berorientasi kepada pertumbuhan (ekonomi dan sosial); tujuan pembangunan nasional yang berorientasi kepada pemerataan; tujuan pembangunan nasional yang berorientasi pada pelestarian nilai-nilai budaya, agama, dan warisan spiritual dalam seluruh aspek kehidupan pengembangan identitas bangsa.

Baca Juga: Save Our Sea: Mengelola Pulau-Pulau Kecil Berbasis Ekowisata

Dengan melihat model pembangunan berwawasan kebudayaan yang sangat menonjol di masyarakat Indonesia, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi posisi dan peranan seniman dalam pembangunan. Di masa mendatang, karya-karya seni di Indonesia akan tumbuh pesat karena semakin intensifnya interaksi sosial budaya antara sesama warga negara Indonesia yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang beraneka ragam, dan meningkatnya intensitas kontak dengan kebudayaan asing yang didukung oleh sistem komunikasi sehingga merangsang proses akulturasi secara lebih cepat.

Selanjutnya, konsepsi berkesenian masyarakat Indonesia menganggap kegiatan berkesenian sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat, dan mereka menganggap seni merupakan bagian dari kehidupan karena seni berjarak dengan kegiatan mereka sehari-hari. Selanjutnya, seni memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan manusia.

Dari faktor-faktor di atas, seniman sebagai pencipta, penyaji, dan ahli seni dapat berperan dalam membangun desa wisata budaya dengan memelihara kesimbangan hidup dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa tersebut. Peranan ini dapat diwujudkan melalui

1. Penciptaan karya-karya seni dan menyebarluaskannya ke dalam masyarakat. Seniman dengan bereksplorasi dan bereksperimen mampu mengangkat nilai-nilai material dan spiritual sebagai tema dari karya-karyanya. Bentuk-bentuk karya seni yang diciptakannya dapat disebarkan dan dinikmati secara luas memberi kepuasan batin kepada penikmatnya.

Melalui berbagai bentuk penyajian seperti pameran dan pagelaran, seniman dapat menyosialisasikan karya-karya ke dalam masyarakat desa wisata budaya yang lebih luas;

2. Upaya pelestarian serta pengembangan seni dan budaya bangsa. Seniman memiliki kemampuan mentransformasikan seni budaya bangsa dan kemudian mengembangkannya ke dalam masyarakat desa wisata budaya;

3. Sebagai media pendukung komunikasi antar-bangsa dan pelaksana diplomasi budaya, seniman berperan memberi identitas pada hubungan antara Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Melalui aktivitas keseniannya, seniman dapat memperlancar hubungan Indonesia dengan negara-negara lainnya;

4. Menumbuhkan rasa solidaritas budaya antar-bangsa. Dalam era pembangunan ini berbagai jenis kesenian telah dipamerkan atau dipergelarkan, beribu-beribu seniman telah ditampilkan melalui panggung ataupun televisi sehingga penampilan-penampilan itu telah menumbuhkan apresiasi seni budaya yang makin tinggi di kalangan masyarakat. Masyarakat Indonesia mulai merasa memiliki kesenian yang beragam bentuknya dan hal ini dapat menumbuhkan rasa solidaritas di dalam membangun bangsa;

5. Seniman berperan memberi hiburan yang sehat kepada masyarakat. Seniman dalam kemampuannya sebagai penyaji, khususnya di dalam bidang seni pertunjukan dapat berperan memberi hiburan sehat kepada masyarakat. Pegelaran-pegelaran yang ditampilkan harus memiliki unsur-unsur menyenangkan, indah, bervariasi, berisi lelucon, memberikan keluasan pengetahuan, dapat mengharukan perasaaan, tidak menjemukan, menimbulkan rasa kebanggaan, bermutu, dan memberikan tuntunan moral.

Dalam tugasnya memberi hiburan, seniman juga berperan sebagai pendidik dan meneruskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam karya seninya kepada masyarakat;

6. Seniman dapat mempengaruhi perubahan sosial melalui sastra Indonesia. Tema-tema pokok sastra dapat menggambarkan kenyataan sosial tempat cerita itu berasal yang tidak luput dilatarbelakangi oleh kondisi sosiokultural dan sosiopolitik yang ada dalam masyarakat di saat cerita itu berlangsung. Tema-tema yang dipilih terutama yang dirasakan sebagai persoalan masyarakat yang tidak terbatas pada masyarakat tertentu saja, tetapi mencakup masalah manusia pada umumnya.

Beberapa Kegiatan Pendukung

Beberapa kegiatan yang dapat diprakarsai dan diinisiasi oleh seniman dalam upaya pengembangan desa wisata budaya di suatu wilayah, antara lain (1) pendirian sanggar seni atau tempat kegiatan seni (seni tari, seni lukis, seni keramik, seni musik).

(2) Penyelenggaraan sarasehan tematik sebagai wadah atau tempat seperti jagongan, anjangsana, edukreasi, among sedulur, ngariung para seniman, dan masyarakat. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai ajang diskusi dan menyatukan niatan bersama membangun desanya menjadi kawasan desa wisata budaya yang berbasis masyarakat dan seni.

Baca Juga: Save Our Sea: Membangun Asa Via Ekowisata

(3) Penggiat sosmed bagaimana mendatangkan pengunjung melalui website, Twitter, Facebook, spanduk, baliho dan yang bersifat membangun dan menggaungkan program wisata desa budaya. (4) Fasilitas Padepokan sebagai tempat latihan berseni, baik seni tari dan kesenian lain yang terpadu sebagai ruang ujicoba dan uji panggung untuk menarik para wisatawan (lokal maupun mancanegara).

(5) Menciptakan ruang pagelaran sebagai ruangan untuk berbagai pementasan baik tari, teater, musik, dan lain-lain yang didesain sedemikian rupa untuk pemain maupun penonton agar bisa nyaman dalam melihat dan menikmati pertunjukan. (6) Mendirikan galeri sebagai tempat produk seni rupa bagi seniman dan merupakan ruang pameran karya seni rupa dengan tujuan agar masyarakat lebih tahu tentang dunia seni rupa termasuk hasil karya seniman pendukung desa wisata budaya. Kampung seni sepertinya dapat direplikasi di daerah-daerah lainnya.

(7) Menggiatkan Anjangsana, sebuah program penggiatan seni dengan saling kunjung-mengunjungi tempat yang sudah membudaya. (8) Menyelenggarakan pagelaran dan apresiasi karya seni pertunjukan yang diselenggarakan secara terbuka dan rutin sekali pada tiap bulan di rumah budaya di wilayah desa wisata budaya.

(9) Mengaktifkan kegiatan kolaborasi seniman dalam bentuk pegelaran karya seni pertunjukan yang memiliki nilai edukasi kepada masyarakat dan aktivitas berbasis seni yang secara aktif menyertakan masyarakat mengolah daya kreativitas dan proses penciptaan yang memiliki nilai seni. (10) Program ajang presentasi sebagai wadah bagi seniman sekaligus untuk memfasilitasi kekuatan proses penciptaan dan presentasi hasil belajar serta berkarya seni.

(11) Menggalakkan festival melukis dan festival layang-layang termasuk lomba pembuatan layang-layang.

Beberapa Hal yang Perlu Disimak

1. Pengembangan kegiatan budaya dan pariwisata di desa wisata budaya merupakan kegiatan yang berbasis komunitas. Sumber daya (peran seniman) dan keunikan komunitas lokal berupa elemen fisik maupun nonfisik (nilai-nilai, norma-norma, adat, dan tradisi) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan utama budaya dan tradisi masyarakat itu sendiri;

2. Pengembangan desa wisata budaya harus mengakomodir keberadaan dan peranan seniman dan memperoleh dukungan dari seluruh komunitas (tidak saja hanya dari mereka yang mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung dari kegiatan budaya dan pariwisata) untuk keberhasilan pengembangan dan pengelolaan pariwisata di tingkat lokal;

3. Pentingnya peran seniman dalam pengembangan desa wisata budaya harus digarisbawahi bahwa sukses atau keberhasilan jangka panjang kegiatan (industri) budaya dan pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan komunitas lokal. Untuk memastikan bahwa pengembangan desa wisata budaya di suatu tempat dikelola dengan baik dan berkelanjutan maka untuk mendukung tujuan tersebut adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari seniman dan komunitas lokal dalam proses pengembangan nilai manfaat  sosial dan ekonomi dari kegiatan budaya dan pariwisata.

Selain seniman, masyarakat harus ikut berperan sebagai subjek maupun objek. Karena masyarakat menjadi pelaku kegiatan wisata yang memiliki pengalaman turun-menurun dalam hal pengelolaan sumber daya alam, budaya, serta aktivitas ekonomi.

Akhir kata, agar seniman lebih berperan di dalam pembangunan desa wisata budaya maka pemerintah perlu meningkatkan pembinaan dan pengembangan kesenian dengan memupuk dan merangsang kreativitas seniman, membina aktivitas organisasi kesenian melalui wadah organisasi tradisional, memanfaatkan taman budaya sebagai pusat kegiatan dan informasi kesenian di daerah.

Kemudian yang terpenting adalah memberikan kesempatan yang luas pada seniman untuk mengembangkan imajinasinya sehingga memiliki komitmen yang kuat untuk mengelola secara berkelanjutan karena menyangkut kepentingan hidup masyarakat lokal. Biarlah mereka berkreasi karena "pelukis memiliki semesta di pikiran dan tangannya," kata Leonardo Da Vinci.

Baginya membangun desa wisata budaya seperti melukis. Sementara lukisan adalah puisi yang dilihat daripada dirasakan dan puisi adalah lukisan yang dirasakan daripada dilihat. Dengan demikian, desa wisata budaya bagi seniman adalah imajinasi yang dapat dilihat dan dirasakan. Tentunya setelah hasilnya adalah keniscayaan, apalagi kenyataan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: