Punyak Seabrek PR Soal Perbatasan, Mahfud MD: Tak Boleh Sejengkal Tanah Lepas dari NKRI!
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah wilayah terdepan yang harus diamankan.
"Prinsipnya tidak boleh sejengkal tanah yang lepas dari tanah Indonesia," tegas Mahfud dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan Negara Badan Nasional Pengelola Perbatasan di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Baca Juga: Ini Tanggapan Mahfud MD Terkait Pemerintah Dianggap Bohong Soal Corona
Oleh karena itu, kata Mahfud, Indonesia memiliki Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang mengurusi masalah perbatasan yang belum selesai. "Wilayah perbatasan kita adalah wilayah terdepan yang harus diamankan. Kenapa kita punya BNPP? Karena Indonesia masih punya persoalan perbatasan yang belum diselesaikan dan harus diselesaikan. Dari batas teritorialnya, batas Zona Ekonomi Eksklusifnya, maupun landas kontinen negara kita harus diselesaikan," tambah Mahfud.
Mahfud juga menjelaskan frasa dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 yakni melindungi segenap bangsa artinya menjaga keutuhan bangsa dan NKRI. "Ada tiga hal di dalamnya untuk melindungi segenap bangsa ini. Pertama, keutuhan teritorial batas teritorial atau berupa fisik; kedua, ideologi; ketiga, yakni bencana. Ini yang wajib dilaksanakan," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Mahfud, banyak pelanggaran dalam teritorial Indonesia yang harus segera diselesaikan. "Ada ribut soal Natuna Utara dengan China Selatan banyak pelanggaran yang masuk ke dalam teritori kita dan zona ekonomi eksklusif ini harus kita amankan," tegasnya.
Termasuk ancaman separatis yang menyangkut teritori sekaligus ideologi yang tidak mau mengakui Pancasila. "Melindungi wilayah teritori dan ideologi itu bagian dari tugas kita melindungi segenap bangsa Indonesia. Ada juga ketika bencana terjadi, pemerintah wajib untuk melindungi segenap bangsa sesuai dengan pembukaan UUD 1945," tambah Mahfud.
Perbatasan Indonesia, kata Mahfud, masih menyisakan persoalan yang belum selesai dengan batas negara tetangga. "Bagian mana yang belum selesai dan menjadi masalah? Misalnya, kita punya batas darat Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan yang masih menyisakan 7 segmen outstanding boundary dengan Malaysia. Kita juga masih punya persoalan batas darat entry RDTL di Pulau Timur yang masih menyisakan dua masalah yang belum diselesaikan."
Selain itu, di batas laut ada batas negara yang masih belum selesai yang berhimpitan dengan 10 negara tetangga. "Adapun batas laut kita punya himpitan perbatasan dengan 10 negara tetangga yakni India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Palau, Timor Leste, dan Australia. Yang sebenarnya belum tuntas pada segmen teritorinya. Pada segmen ZEE dan landas kontinen yang masih harus diselesaikan," jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan, dengan China sebenarnya tidak ada masalah perbatasan. Namun, China punya klaim sendiri yang bertentangan dengan hukum Internasional UNCLOS 1982. "China mempunyai katanya hak tradisional dari nenek moyang bahwa Laut China Selatan yang berhimpitan dengan Natuna Utara adalah masuk wilayah teritorinya. Yang sebenarnya Natuna Utara sudah masuk ke dalam wilayah Indonesia sesuai dengan UNCLOS 1982."
Selain itu, di wilayah perbatasan, tambah Mahfud, juga perlu diisi dengan kegiatan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat. "Presiden mengingatkan bahwa pemerintah harus hadir. Salah satu caranya kita membuat kebijakan baru dalam pengelolaan laut kita. Ini untuk kesejahteraan rakyat Indonesia," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum