Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonomi Bergolak, Mata Uang Rontok, SBY 'Sekolahin' Jokowi

Ekonomi Bergolak, Mata Uang Rontok, SBY 'Sekolahin' Jokowi Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan dampak penyebaran virus corona (Covid-19) akan memberikan gejolak ekonomi yang serius.

Menurut dia, hal ini diperlukan policy response serta tindakan pemerintah yang sigap dan tepat. Bahkan, ia menyatakan gejolak perekonomian global akibat pandemi corona juga sudah terlihat.

Ia pun menyebut pandemi corona sudah membuat harga-harga saham, minyak, dan nilai tukar mata uang rontok.

Tak hanya itu, SBY mengatakan corona juga menggoyahkan pilar dan fundamental perekonomian banyak negara, termasuk Indonesia.

Karena itu, ia meminta Presiden Jokowi agar tidak terlambat merespons penyebaran corona ini. "Melalui artikel ini saya hanya ingin mengingatkan agar Indonesia tidak terlambat menjalankan "policy response" dan aksi-aksi nyata yang diperlukan. Jangan "too little and too late"," kata SBY Dalam tulisan di laman Facebook resminya, seperti dikutip, Rabu (18/3/2020).

Baca Juga: Jack Ma Bikin Akun Twitter, Cuitan Pertamanya Tentang Corona

Baca Juga: Minta Pemerintah Koreksi Diri Hadapi Corona, SBY Bilang...

Lanjutnya, ia mengingat krisis yang terjadi pada 1998 dan 2008. Menurut Dia, pada 1998 ekonomi Indonesia tak selamat, sementara pada 2008 berhasil selamat dari krisis ekonomi global.

SBY menyebut banyak pakar ekonomi, pemimpin dunia usaha, dan elemen pemerintah di sejumlah negara khawatir pandemi Covid-19 bisa membuat dunia jatuh ke dalam 'resesi yang dalam dan panjang'.

"Bahkan ada yang mencemaskan kalau krisis ini jauh lebih berat dibandingkan krisis tahun 1998 dan tahun 2008 dulu," ujarnya.

Lebih lanjut, SBY menyatakan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) telah menjalankan kebijakan moneter dan tindakan 'berskala besar', antara lain mengalirkan dana US$700 miliar dan sejumlah tindakan moneter (bagian dari Quantative Easing).

"Kalau ekonomi kita kuat, semua fundamentalnya kokoh dan tak memiliki risiko apapun, kita boleh agak tenang," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: