Khawatir Ada Ledakan Kematian di Lapas, Legislator Minta Penjahat Ringan Dibebaskan Saja
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Supriansa memandang Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah cepat demi keselamatan para penghuni rutan/lapas dari pandemi wabah corona (Covid-19).
Sejauh ini kata dia, kalangan pimpinan negeri baik Presiden RI dan semua Gubernur termasuk kalangan ulama hanya mengeluarkan imbauan agar masyarakat melakukan social distancing, menjaga kebersihan diri dan menunda pelaksanaan salat Jumat dan kegiatan ibadah lainnya.
Sambutan para pejabat negara (Menteri/Kepala Daerah) dan pengusaha serta kalangan pendidik adalah: melakukan kerja dan belajar dari rumah, serta mengurangi perjalanan kemanapun. Di banyak tempat umum, di bandara dan tempat umum, dibuat jarak-jarak orang berdiri dan duduk (1-2 meteran).
Di banyak kawasan, salat Jumat ditiadakan dan jika ada, dilakukan pembersihan/penyemprotan. Pemeriksaan suhu dan pemakaian hand-zanitiaser dilakukan di tempat-tempat umum.
Lalu bagaimana dengan lembaga pemasyarakatan dan rutan-rutan?
"Kita sama membaca dan paham situasi lapas dan rutan yang semuanya dalam kondisi over capacity. Untuk mencegah Covid-19, kita sama membaca bahwa ‘kunjungan keluarga’ ditiadakan. Tapi apakah ada jaminan bahwa petugas/pejabat lapas/rutan tidak membawa covid-19? Mereka tetap pulang ke rumah dan lingkungan di luar lapas. Bukankah beberapa dokter yang menyiapkan diri dengan paripurna (memakan vitamin, menggunakan APD dan Masker N-59) sudah dikabarkan positif Covid-19," terang Supriansa, Jumat (20/3/2020).
"Pada hari Jumat lalu, saya mendapat laporan dari beberapa lapas bahwa shalat Jumat tetap berlangsung di dalam lapas. Harusnya Dirjen Pemasyarakatan memiliki sikap tegas soal ini (melarang sholat Jumatan jika tidak ada jaminan bahwa kontak fisik tidak memiliki potensi pesebaran virus corona)," tegasnya.
Menurut dia, social distancing tak mungkin dilaksanakan di dalam lapas/rutan, mengingat sel-sel di dalam lapas dan rutan dalam posisi over capacity. Kedua apakah cukup ada jaminan urusan bersih-bersih di sana, mengingat keterbatasn fasilitas mandi dan sarana pendukung lainnya.
"Jika Dirjen Pemasyarakatan/Kementerian Hukum dan HAM melihat atau menyikapi ini sebagai bisnis as usual (berjalan biasa-biasa saja), maka sekali virus covid-19 masuk ke lapas, maka akan ada potensi ‘ledakan-kematian’ dalam jumlah ratusan hingga ribuan dalam sekali rentang waktu dan ruang," paparnya.
Dia memandang, mungkin potensi ini sudah dibaca pelaksana kebijakan penjara di Iran dan Walikota New York Amerika Serikat, untuk itu mereka melepaskan sejumlah tahanan.
"Sudah saatnya dibuat rencana mitigasi terkait soal ini. Mungkin penjahat ringan dilepaskan, sesudah diberi tugas membersihkan semua karpet dan lantai serta di dinding-dinding lapas. Pemakai shabu-shabu dimohonkan grasi ke presiden kalau sudah menjalankan 1/2 masa hukumannya," jelasnya.
"Para tahanan yang jelas alamat dan jaminan keluarganya, bisa dibantarkan dan dikembalikan ke lapas jika wabah Covid-19 sudah berlalu. Ini sangat penting untuk dipikirkan terutama kepada pejabat terkait," imbuhnya.
Ia menambahkan, Lapas dan Rutan yang sudah agak longgar memungkinkan para bandar narkoba dan penjahat kriminal kelas kakap (perampok dengan kekerasan, kasus pembunuhan) dan lainnya yang divonis mati melakukan social distancing.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat