“Mengapa kami indikasikan magma sudah sudah dangkal. Karena didominasi low frekuensi (LF). Dimana LF merupakan gerakan fluida. Kita tunggu perkembangan selanjutnta seperti apa,” kata Hanik, Sabtu (28/3/2020) siang.
Namun sejuah ini Hanik belum bisa memberikan keterangan mengenai kedalaman berapa magma yang sedang berjalan ke permikaan. Sebab saat ini tim masih mengolah pusat kegempaannya ada dimana.
“Kalau dapur magma merapi yang dalam ada di lima kilometer. Tapi karena sedang diolah, informasi lebih lanjut akan disampikan,” paparnya.
Soal apakah dengan kondisi ini nantinya saat terjadi erupsi letusannya akan lebih besar, Hanik menyebut meski mgma sudah menuju ke atas namun masih ada di dalam. Jika magma ke permukaan lebih lagi, akan ada indikasi dari deformasinya. Seperti sebelum munculnya kubah lava Agustus 2019, didahului letusan di bulan Mei sampai Juni setelah itu timbul magma.
“Jadi dari situ ada indikasi kalau magma menuju permukaan ada deformasi. Tapi sampai sekarang belum tahu sampai sejauh mana. Kalau ada deformasi kemudian indikasi kubah lava kecepatannya kepermukaan, baru tahu akan terjadi letusan seperti apa. Sampai sekarang belum bisa disampikan,” terangnya.
Hanik menambahkan untuk tiga kali erupsi Jumat-Sabtu masih dominan letusan gas dan untuk dua letusan terakhir tidak ada awan panas, jadi hanya gas yang menuju ke permukaan. Menganai tinggi kolom yang berbeda-beda menunjukkan magma yang mengalir kepermukaan tidak continue. “Artinya aktif dengan kecepatan yang fluktuatif,” jelasnya.
Hanik menyampaikan dengan kondisi ini, berarti ada suplai magma baru dan terjadi sejak Septembar 2019 lalu. Maka sampai saat ini untuk ancaman berupa lontaran material sejauh 3 kilomter. Untuk itu masyarakat diharapkan mengosongkan dan tidak beraktivitas di area 3 Km dari puncak gunung Merapi dan untuk antisipasi paparan abu dengan mengunkaan masker.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: