Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rakyat Wajib Tahu, Demokrat: Jokowi Jujurlah Kenapa Pilih Darurat Sipil? Seburuk Itukah Ekonomi RI?

Rakyat Wajib Tahu, Demokrat: Jokowi Jujurlah Kenapa Pilih Darurat Sipil? Seburuk Itukah Ekonomi RI? Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik meminta Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan kenapa tidak memilih menetapkan karantina wilayah (lockdown) untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia. Tapi, Jokowi malah mengambil keputusan darurat sipil.

"Seharusnya Presiden menjelaskan kenapa karantina wilayah tidak dipilih? Bila memang keberatannya adalah biaya, jelaskan juga pada rakyat, kenapa duitnya tidak ada? Kenapa tidak bisa diusahakan? Apakah ekonomi memburuk, atau baik-baik saja?" kata Rachland lewat Twitter yang dikutip pada Selasa (31/3/2020).

Padahal, kata dia, Presiden Jokowi sendiri yang menerbitkan Undang-Undang tentang Kekarantinaan pada 2018. Dalam Pasal 55, kata dia, disebutkan bahwa mewajibkan pemerintah pusat menanggung kebutuhan hidup warga di wilayah karantina.

Baca Juga: Wow, Tasikmalaya Sudah Lakukan Karantina Wilayah

"Yang buat UU itu ya Presiden Jokowi! Kenapa dulu Bapak menyetujui pasal yang berat itu, bila sekarang, saat dirasa kebutuhannya, malah tak dipakai?" ujarnya.

Sementara Politisi Partai Demokrat, Andi Arief menilai pemerintahan Jokowi cukup futuristik. Dalam pengertian bahwa yang namanya pemerintahan darurat sipil itu adalah apabila pemerintah sipil harus dipulihkan. Nah, apakah pemerintahan yang dipimpin Jokowi ini tidak bekerja.

"Karena itu, saya harap Pak Jokowi menjelaskan tentang apa yang dimaksud darurat sipil," kata Andi Arief.

Menurut dia, Jokowi harus menjelaskan apakah karena memang menteri-menteri sudah bisa lagi saling koordinasi atau Presiden tidak bisa ketemu Wakil Presiden dan sebaliknya. Para menteri sudah tidak bisa bertemu, dan Panglima TNI sudah tidak bisa bertemu.

"Saya kira itu darurat sipil dan memang harus dipulihkan. Pemulihannya ya tidak sesederhana yang dibicarakan dengan konsep yang kemarin. Pak Jokowi harus bicara, bukan Fadjroel, karena Fadjroel tidak ada dalam sumpahnya untuk menjelaskan tentang darurat sipil ini," tuturnya.

Konsekuensi darurat sipil

Presiden Soekarno menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang keadaan bahaya, untuk mencabut Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.

Nah, terkait keadaan darurat sipil disebutkan pada BAB II yang terdiri dari 14 pasal mulai dari Pasal 8 hingga Pasal 21. Dalam Pasal 10 Ayat (2) disebutkan bahwa Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan.

Kemudian, kepala daerah juga diberikan kewenangan dalam Pasal 12 yang terdiri dari tiga ayat. Yakni Pasal 12 Ayat (1) berbunyi di daerah yang menyatakan dalam keadaan darurat sipil, setiap pegawai negeri wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh Penguasa Darurat Sipil, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk tidak memberikan keterangan-keterangan, itu.

(2) Kewajiban memberikan keterangan ditiadakan, jika orang yang bersangkutan, isteri/suaminya atau keluarganya dalam keturunan lurus atau keluarganya sampai cabang kedua, dapat dituntut karena keterangan itu.

(3) Pejabat-pejabat yang di dalam melakukan tugasnya memperoleh keterangan-keterangan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, wajib merahasiakan, kecuali apabila peraturan perundang-undangan pusat yang lain menentukan sebaliknya.

Selanjutnya, Pasal 13 dituliskan bahwa Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

Pasal 14 Ayat (1) berbunyi, Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menempatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.

(2) Pejabat yang memasuki, menyelidiki atau yang mengadakan penggeledahan tersebut di atas membuat laporan pemeriksaan dan menyampaikan kepada Penguasa Darurat Sipil.

(3) Pejabat yang dimaksudkan di atas berhak membawa orang-orang lain dalam melakukan tugasnya. Hal ini disebutkan dalam surat laporan tersebut.

Pasal 15 Ayat (1) disebutkan bahwa Penguasa Darurat Sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa dan mensita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.

(2) Pejabat yang melakukan pensitaan tersebut di atas harus membuat laporan pensitaan dan menyampaikannya kepada Penguasa Darurat Sipil dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.

(3) Terhadap tiap-tiap pensitaan, pembatasan atau larangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Penguasa Darurat Sipil.

Baca Juga: Permintaan Lockdown Jakarta Ditolak, Istana Malah Suruh Anies...

Pasal 16 berbunyi Penguasa Darurat Sipil berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum. Adapun Pasal 17 bunyinya seperti ini. Penguasa Darurat Sipil berhak:

(1) mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor tilpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan tilpon atau radio.

(2) membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar, tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;

(3) menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinva tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.

Pasal 18 Ayat (1) berbunyi, Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta-idzin terlebih dahulu, Idzin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat.

Yang dimaksud dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum.

(2) Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu.

(3) Ketentuan-ketentuan, dalam ayat (1) dan (2) pasal ini tidak berlaku untuk peribadatan, pengajian, upacara-upacara agama dan adat dan rapat-rapat Pemerintah.

Pasal 19 berbunyi Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah. Sedangkan, Pasal 20 disebutkan Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: