Indonesia merupakan satu dari lebih 80 persen negara di dunia yang terdampak infeksi Covid-19 yang berasal dari China tersebut. Data Kementerian Kesehatan RI mencatat, per tanggal 1 April 2020 telah terkonfirmasi sebanyak 1.677 kasus Covid-19 dengan total pasien meninggal sebanyak 157 kasus.
Akibat virus mematikan tersebut, sejumlah negara di dunia memutuskan untuk melakukan pembatasan keluar/masuk barang dari dan/ke China. Kondisi ini mengakibatkan perekonomian global menjadi terhambat dan melemah. Mengingat China merupakan negara dengan skala perekonomian yang berpengaruh di dunia, kondisi ini juga berdampak negatif terhadap negara lain termasuk Indonesia sebagai mitra dagangnya.
Baca Juga: Suka Tidak Suka, Arti Sawit Itu Penting!
Komoditas asal Indonesia seperti sawit, kakao, kelapa, karet, kopi, teh, lada, pala, cengkeh, dan kayu manis menjadi komoditas perkebunan yang rutin diekspor ke negara Tirai Bambu tersebut. Khusus untuk sawit, data Gapki tahun 2019 lalu mencatat sebanyak 8,13 juta ton minyak sawit baik dalam bentuk oleochemical, biodiesel, refined, dan crude telah di ekspor ke China. Dengan angka ini, China dinobatkan sebagai importir minyak sawit terbesar asal Indonesia.
Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono, mengatakan bahwa Kementerian Pertanian telah mengambil langkah cepat dengan mengkaji alternatif tujuan pasar ekspor komoditas perkebunan sebagai bentuk antisipasi menurunnya permintaan China terhadap ekspor komoditas perkebunan Indonesia di tahun 2020.
Tidak hanya itu, dalam keterangan tertulisnya, Kasdi menyampaikan, "Hal ini sekaligus tindak lanjut dari arahan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa sektor pertanian harus menjadi sektor yang paling tangguh dalam menghadapi berbagai krisis. Tidak hanya fokus dalam peningkatan produksi, kita juga akan berupaya untuk mencari alternatif pasar tujuan ekspor."
Kasdi juga menyampaikan bahwa saat ini pihaknya telah menyiapkan enam strategi utama untuk memperkuat ekspor perkebunan Indonesia di tengah pandemik Covid-19. Pertama, lobi perdagangan dengan negara mitra baru, termasuk untuk mengupayakan direct ekspor terhadap komoditas yang selama ini dire-ekspor melalui Tiongkok. Kedua, melakukan lobi terhadap kesepakatan tarif bea masuk di negara tujuan dan memberikan kemudahan perdagangan bilateral, seperti untuk Sugar, Vanaspati Ghee, dan komoditas lainnya.
Ketiga, meningkatkan jaminan atas kualitas, brand image, dan ketersediaan produk secara kontinu. Keempat, berupaya meningkatkan kerja sama perdagangan untuk peningkatan akses pasar, melalui optimalisasi pemanfaatan perwakilan Indonesia di luar negeri, mempercepat kerja sama yang sudah berjalan, dan tentunya dengan melakukan pengembangan kesepakatan baru.
Lebih lanjut, Kasdi menerangkan, "Sebagai contoh untuk sawit, berdasarkan analisis kami, tahun ini penyerapan China terhadap komoditas tersebut dipastikan menurun. Untuk mengantisipasi hal ini, kita akan dorong peningkatan ekspor sawit ke India, Pakistan, dan Bangladesh dengan kenaikan sebesar 20 persen, Amerika Serikat 5 persen. Selain itu, ekspor ke Tunisia, Turki, Mesir, Aljazair, Maroko, dan Iran naik sebesar 10 persen. Untuk konsumsi dalam negeri kami targetkan naik 5 persen."
Strategi yang kelima, upaya untuk meningkatkan konsumsi domestik, seperti program B30 untuk CPO, aspal karet untuk karet, kopi, gula semut, dan komoditas lainnya. Program B30 yag diimplementasikan pada 2020 ini mampu menyerap hampir 10 juta ton CPO. Penyerapan CPO domestik tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan program B30 menjadi B40, B50, hingga B100. Keenam, optimalisasi pelayanan jaringan informasi dan komunikasi secara terorganisasi antara Bussiness to Bussiness (B2B) dan Goverment to Goverment (G2G).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum