Korea Utara (Korut) telah mengambil beberapa tindakan paling drastis terhadap virus corona atau Covid-19 dan melakukan antisipasi lebih cepat daripada kebanyakan negara lain. Korut dilaporkan sudah menutup perbatasan sejak akhir Januari, menutup bisnis dengan negara tetangga China, yang menyumbang sembilan per sepuluh dari perdagangan eksternal.
Korut juga mengkarantina semua diplomat di Pyongyang selama satu bulan. Kemampuan tunggal negara totaliter untuk mengendalikan pergerakan orang juga mendukung upaya pengendalian penyakitnya.
Tetapi, Korut juga merupakan negara tertutup yang sudah melakukan beberapa dekade isolasi. Belum lagi sanksi internasional yang telah merusak sistem kesehatan publik Korea Utara sehingga meningkatkan kekhawatiran bahwa kekurangan pasokan medis untuk melawan wabah yang ditakutkan telah terjadi di Korea Utara.
"Anda dapat melihat dengan segera apa yang akan terjadi jika Anda mendapatkan lonjakan pasien Covid-19 yang masuk," kata Dr. Kee B. Park, seorang dosen di Harvard Medical School yang telah bekerja bersama dokter Korea Utara untuk membantu meningkatkan sistem kesehatan negara, dikutip dari New York Times, Minggu (5/4/2020).
Baca Juga: Korut Klaim 0 Kasus Corona, Tapi Kok Bangun RS Tergesa-Gesa??
"Itu akan membanjiri sistem dengan sangat cepat," lanjutnya.
Banyak pengamat Korea Utara meragukan klaimnya yang menyebut tidak memiliki kasus virus Covid-19. Kurangnya peralatan pengujian mungkin berarti secara harfiah yang membuat belum ada deteksi satu kasus pun, kata Dr. Park.
"Itu karena mereka memiliki kasus tetapi mereka tidak tahu cara mendeteksinya," katanya.
Beberapa menuduh Korea Utara menyembunyikan wabah untuk menjaga ketertiban. "Itu kebohongan ketika mereka mengatakan mereka tidak memiliki kasus Covid-19," kata Seo Jae-pyoung, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pembelot Korea Utara yang berbasis di Seoul, yang mengatakan dia mendengar dari kontaknya di Korut bahwa satu keluarga yang terdiri dari tiga dan satu pasangan lansia meninggal karena virus di kota pantai timur Chongjin pada pertengahan Maret.
"Hal terakhir yang diinginkan Korea Utara adalah kekacauan sosial yang mungkin meletus ketika Korea Utara menyadari bahwa orang sedang sekarat karena epidemi tanpa obat," katanya dikutip dari New York Times.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: