Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

ADB: Pandemi Corona Bisa Habiskan Biaya US$4,1 Triliun

ADB: Pandemi Corona Bisa Habiskan Biaya US$4,1 Triliun Kredit Foto: Reuters/Cheryl Ravelo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Pembangunan Asia (ADB) mengatakan, biaya yang dihabiskan untuk mengatasi pandemi corona bisa mencapai US$4,1 triliun atau hampir 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) global. Angka ini tergantung pada penyebaran penyakit melalui Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara besar lainnya.

Dalam laporan Asian Development Outlook yang dirilis Jumat (3/4/2020), ADB menyebutkan, masa pencegahan yang lebih singkat dapat mengurangi kerusakan hingga US$2 triliun atau 2,3 persen dari pendapatan dunia. Ekonomi Asia yang sedang tumbuh, termasuk China, menghabiskan 36 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk pandemi.

Baca Juga: Krisis Corona, Bank Dunia dan ADB Tawarkan Bantuan ke Indonesia

"Tidak ada yang bisa bilang seberapa luas pandemi Covid-19 bisa menyebar. Pencegahannya pun mungkin akan memakan waktu lebih lama dari yang diproyeksikan. Kemungkinan terjadinya gangguan keuangan dan krisis keuangan tidak dapat dikurangi," kata Kepala Ekonom ADB, Yasuyuki Sawada, dalam laporan tersebut, seperti dikutip Time, Jumat.

Pada 6 Maret 2020, ADB telah mengatakan bahwa wabah virus ini dapat membebani ekonomi dunia sebesar US$347 miliar. Pertumbuhan ekonomi global akan terpotong pada angka 0,4 persen. Sejak itu, episentrum virus telah berubah dari China ke Eropa dan AS, dengan jumlah orang yang terinfeksi di atas satu juta.

Saat wawancara dengan Bloomberg TV, Sawada mengatakan, perkiraan baru yang dirilis Jumat memperhitungkan dampak langsungnya pada pariwisata, konsumsi, dan investasi. "Biaya yang dikeluarkan negara-negara di dunia itu kelak bisa bertambah jika terjadi gangguan pasokan," katanya.

Dalam laporan tersebut, ADB memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia 2020 menjadi 2,2 persen dari 5,5 persen, seperti yang diestimasikan pada September tahun lalu. Pertumbuhan China terpenggal menjadi 2,3 persen dari 6 persen. Sementara, tahun lalu pertumbuhannya 6,1 persen. Seluruh negara berkembang di subkawasan Asia akan melihat pertumbuhan yang lebih lemah pada tahun ini.

Sawada mengatakan, pariwisata, dan negara-negara yang bergantung pada komoditasnya termasuk Thailand, yang paling menderita akibat pandemi ini. Jika penyakit ini dapat dibendung dalam waktu tiga atau lima bulan, pemulihan ekonomi juga akan lebih cepat.

Inflasi kemungkinan akan mempercepat tingginya harga bahan pangan, bahkan ketika aktivitas ekonomi yang lebih lemah dan harga-harga komoditas yang lebih rendah mengurangi lonjakan harga, sebelum mereda pada 2021.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: