Kisah Pendiri Alfamart, Dari Toko Kelontong Hingga Jadi Rantai Minimarket Terbesar di Indonesia
Sebagai mini market terpercaya dan menjamur dimana-mana, keberadaan Alfamart pasti tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Toko retail modern ini hampir ada di setiap wilayah dengan menghadirkan perlengkapan kebutuhan sehari-hari.
Siapa sangka kesuksesan Alfamart hari ini berawal dari toko kelontong kecil di pasar.
Baca Juga: Kisah Pendiri RM Padang Sederhana, Si Tukang Cuci Piring yang Sukses Punya Ratusan Cabang
Djoko Susanto atau yang memiliki nama kecil Kwok Kwie Fo mengembangkan kios kecil ayahnya dengan konsep minimarket. Ia telah memulai bisnis sejak usia 17 tahun. Saat itu ia tidak melanjutkan sekolah dan memilih untuk menjaga kios milik keluarganya di Pasar Arjuna, Jakarta. Djoko Susanto hanya sekolah sampai kelas 1 SD.
Meski demikian, bisnis kelontong tersebut tetap berjalan dengan baik hingga sukses membuka 560 gerai yang tersebar di berbagai pasar tradisional. Namun ujian pun datang. Pada 1976 musibah kebakaran membuat kios Djoko di wilayah pasar Arjuna terbakar, modal 80-90 persen miliknya habis begitu saja.
Pengalaman buruk ini tak lantas menghentikannya. Ia pun mulai bangkit dari keterpurkannya di waktu yang relatif singkat. Hingga usahanya balik seperti keadaan awal dan mengembangkan inovasi lain yaitu berjualan rokok. Menurutnya kala itu rokok menjadi barang yang selalu laku dan banyak peminatnya.
Keberhasilan Djoko merangkul banyak pelanggan menarik perhatian Putera Sampoerna yang memiliki perusahaan tembakau dan cengkeh terbesar di tanah air kala itu. Mereka bertemu tahun 1980 dan 5 tahun kemudian sepakat bekerja sama. Akhirnya 15 kios rokok berhasil dibuka di Jakarta.
Karena kepintaran Djoko dalam berbisnis, ia berhasil membawa PT Sampoerna ke peringkat dua setelah Gudang Garam. Hal tersebut membuat sosoknya dijuluki sebagai ‘Dewa Rokok’.
Pada 27 Agustus 1989, beridirilah Alfa Toko Gudang Rabat yang didirikan oleh Djoko Susanto dan Putera Sampoerna ini. Namun nama tersebut kemudian disederhanakan menjadi Alfa Minimart pada tahun 1994.
Djoko memilih memakai nama Alfa karena dinilai netral. Sebelumnya sempat ingin dinamakan Sampoerna Mart, namun dinilai kurang menjual. Tapi nama Alfa, sebuah merk yang lebih dikenal dan teruji.
Sayang, kerja sama Djoko Susanto dan Putera Sampoerna harus berakhir pada tahun 2005 ketika Sampoerna menjual bisnis tembakau berserta anak perusahaannya (termasuk 70% saham Sampoerna yang ada di Alfamart) kepada Philip Moris International.
Namun ternyata Philip Morris International tidak tertarik sama sekali dengan bisnis retail, dan akhirnya saham tersebut dijual pada Djoko dan investor yang bernama Northstar. Siapa sangka bisnis yang dijalankan oleh Djoko tersebut terus mengalami perkembangan sehingga pada tahun 2013 Djoko berhasil membeli Saham Northstar tersebut.
Tahun 2007, Djoko juga mendirikan Alfamidi dan sukses bersama Alfamart. Namun, tak semua bisnisnya mulus. Alfa Supermarket terpaksa dijual ke Carrefour karena omzetnya kurang memuaskan. Selanjutnya, ia pun fokus dengan bisnis retail-nya.
Minimarket Alfamart kini telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia khususnya Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi. Tercatat lebih dari 10.300 toko dan 31 gudang telah beroperasi.
Djoko pun pernah masuk ke dalam jajaran 50 orang terkaya versi majalah Forbes. Pada 2014, Forbes menempatkan ia pada urutan ke 27 dari 50 orang terkaya di Indonesia. Pada tahun 2015, anak keenam dari sepuluh bersaudara ini menduduki peringkat 22. Sedangkan di tahun 2016, ia memperoleh peringkat ke 14.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: