Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengembangkan Sawit di Lahan Ramah Lingkungan

Mengembangkan Sawit di Lahan Ramah Lingkungan Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Peneliti Madya Balittra Eni Maftuah menambahkan pengelolaan hara melalui ameliorasi dan pemupukan yang tepat selain dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit juga dapat menekan emisi CO2 di lahan gambut.

"Penggunaan bahan pembenah tanah yang mampu menyediakan hara yang cukup bagi tanaman dan sekaligus menstabilkan bahan gambut, sehingga dapat menekan dekomposisi gambut dan tentunya emisi gas rumah kaca, terutama CO2 dapat ditekan," paparnya.

Bahan pembenah tanah yang mampu menstabilkan bahan gambut dan juga memperbaiki kesuburan gambut yang telah dihasilkan oleh Balittra yaitu PORE (Pupuk Organik Rendah Emisi) yang diformulasi dari biochar dan pupuk kandang.

Selain melalui aplikasi bahan pembenah tanah, pemupukan yang tetap sangat mempengaruhi produktivitas lahan sawit. Gabungan teknologi pengelolaan air dan hara yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit rakyat dan sekaligus menekan emisi gas rumah kaca, sehingga budi daya kelapa sawit di lahan gambut dapat aman bagi lingkungan.

Baca Juga: Kelapa Sawit: Tudingan Kerusakan Hutan Tidak Beralasan!

Kombinasi teknologi pengelolaan air dan hara tersebut sedang diujicobakan oleh Balitbangtan melalui tim peneliti Balittra di lahan gambut di Desa Kanamit Barat, Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Di lahan petani pada kawasan sekitar 25 hektare itu terpilih setelah berkoordinasi dengan dengan Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau, PPL dan kepala desa.

Hendri mengungkapkan pertimbangan menetapkan Desa Kanamit Barat sebagai uji coba teknologi ini berdasarkan sejumlah pertimbangan, di antaranya memiliki luas areal pertanaman kelapa sawit rakyat di lahan gambut terluas di Pulang Pisau, saluran tata air sudah tersedia, tersedia Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM), dan tidak kalah pentingnya adalah pejabat terkait dan petani atau pemilik kebun kelapa sawit sangat kooperatif.

"Petani menyambut dengan antusias kegiatan implementasi pengelolaan air dan hara ini dan berharap kegiatan tersebut dapat mencegah kekeringan dan kebakaran lahan yang sering terjadi di lokasi dan meningkatkan produktivitas kelapa sawit yang mereka kelola," pungkas Hendri.

Kebutuhan pangan dan energi (bioenergi) akan terus meningkat seiring dengan perkembangan penduduk di Indonesia, sehingga pemanfaatan lahan-lahan suboptimal termasuk lahan gambut merupakan tuntutan ke depan yang tidak dapat dihindarkan karena lahan subur sudah tidak lagi tersedia.

Namun tekanan terhadap penggunaan lahan gambut akan semakin kuat, terutama terkait dengan isu lingkungan berupa perubahan iklim dan pemanasan global yang salah satunya disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, khususnya karbon (CO2).

Menurut data yang dihimpun oleh Saragih, luas lahan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 12,76 juta hektare dan sekitar 45,54 persen (5,81 juta hektare) diusahakan untuk perkebunan rakyat dan diprediksi akan terus meningkat sampai 60 persen pada tahun 2030 (Saragih 2017).

Tekanan populasi penduduk Indonesia pada tahun 2030 yang diperkirakan mencapai 270 juta jiwa dan kebutuhan pangan dan energi (biofuel) ke depan akan semakin meningkat.

Sehingga ke depan lahan gambut merupakan pilihan tak terhindarkan untuk areal produksi perkebunan kelapa sawit sebagai upaya peningkatan produksi dalam memenuhi biofuel sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya dan pendapatan devisa negara.

Sumber: Antaranews

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: