Sebelum menjadi negara metropolitan seperti sekarang, dalam masa pembangunannya, negara barat menghabiskan seluruh hutannya (deforestasi), termasuk satwa-satwa di dalamnya. Alhasil, satwa-satwa subtropis yang dulu dikenal melalui buku-buku Sejarah Dunia saat ini sudah tidak ada lagi (punah) dan tinggal kenangan.
Isu kelapa sawit sebagai penyebab pemanasan global juga terus dilontarkan untuk menjatuhkan kelapa sawit. Padahal sudah jelas bahwa dalam laporan Badan-badan Dunia (IPPC, FAO, IEA, dan lainnya) dijelaskan bahwa penyebab utama pemanasan global adalah emisi gas rumah kaca dari konsumsi bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, dan lain-lain) yang konsumen terbesarnya adalah negara-negara bagian barat.
Sebaliknya, semua tanaman termasuk kelapa sawit adalah penyelamat lingkungan yang mampu menyerap gas rumah kaca karbondioksida. Ditambah lagi, biodiesel dari minyak sawit yang digunakan untuk mengganti solar akan menjadi penyumbang penurunan emisi gas rumah kaca global.
Baca Juga: Mujur Tak Boleh Diraih, Malang Tak Boleh Ditolak: Harga CPO Terperosok ke Lantai Dasar
Mengutip laporan Palm Oil Indonesia, meskipun masih sedang membangun, moralitas Indonesia masih jauh lebih baik dari negara-negara barat yang sekarang menjadi negara maju. Saat ini, Indonesia tercatat masih memiliki hutan primer terluas di Asia-Afrika.
Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki hutan lindung dan hutan konservasi seluas 41,19 juta hektare yang terus dipertahankan sebagai tempat hidup satwa, seperti orang utan, mawas, harimau, dan lain sebagainya, serta juga sebagai tempat tumbuh jutaan jenis flora. Lahan untuk perkebunan atau pertanian, industri, dan pemukiman yang disediakan pemerintah berada di luar hutan lindung dan hutan konservasi tersebut.
Jadi, tuduhan-tuduhan terhadap minyak sawit tersebut hanya sebagai tameng menutup borok sendiri dan sekaligus melindungi minyak nabati mereka (minyak kedelai, minyak bunga matahari, rape, dan lainnya) yang kalah saing dengan minyak sawit. Bagaimana tidak? Lebih dari 100 tahun minyak kedelai merajai dunia, tiba-tiba pada 2006 digeser dan dikalahkan oleh minyak sawit, khususnya dari Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti