Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Beli Rapid Test, Ahli: Cuma Buang-buang Duit!

Pemerintah Beli Rapid Test, Ahli: Cuma Buang-buang Duit! Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Alat tes diagnostik cepat atau rapid test untuk mendeteksi virus corona atau Covid-19, dianggap tidak memecahkan masalah. Bahkan, ahli menyebut penggunaan rapid test hanya membuang-buang uang. 

Melalui saluran podcast miliknya, Deddy Corbuzier kembali mempertanyakan pernyataan Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Juru Bicara RS Persahabatan untuk Covid-19, dr Erlina Burhan, Sp.P(K), yang menyatakan bahwa rapid test hanya membuang-buang uang saja. Benarkah demikian?

"Betul. Tapi di Korea orang itu enggak pakai rapid test, tapi pakai PCR. Menurut saya, lebih baik PCR ini yang diperbanyak. Kan kita enggak bisa selalu bikin drive thru karena pakai mobil untuk kelompok tertentu. Kita bikin posko, orang nyamperin, itu pelayanannya gratis. Tinggal mangap doang nanti di-swab. Kan ada datanya, nanti dihubungi," ujarnya di YouTube Deddy Corbuzier, dikutip pada Selasa (21/4/2020). 

Baca Juga: Covid-19 Masih Meradang, Cemilan Manis Bagus untuk Mood dan Imunitas Tubuh

Menurut Erlina, rapid test ini sudah terlanjur dibeli oleh pemerintah. Tapi Erlina dan perhimpunan dokter berpendapat, lebih baik PCR yang diperbanyak dibanding rapid test. Apa alasannya?

"Karena dia men-detect antibodi dan antibodi itu terbentuk enggak dari awal, setelah di atas tujuh hari atau setelah ada gejala. Dan kalaupun positif belum tentu Covid-19, bisa saja corona biasa," lanjut dia.

Lebih lanjut Erlina menjelaskan mengenai alurnya. Jika seseorang dinyatakan positif setelah menjalani rapid test, orang tersebut masih harus menjalani tes PCR untuk mengonfirmasi. Namun jika hasilnya negatif, pasien harus melakukan rapid test ulang.

"Kalau saya berpikir, kalau pemeriksaan diulang tapi ujung-ujungnya PCR, kan biaya nambah lagi, waktu. Mestinya PCR diperbanyak," kata dia.

Baca Juga: Selain Demam & Batuk, Berikut Gejala Baru Covid-19 yang Perlu Diwaspadai

Saat ini banyak orang yang mengeluhkan harus menunggu lama untuk mendapatkan hasil tes, bahkan hingga 10 hari. Erlina pun turut menjabarkan penyebabnya.

"Kenapa? Karena jumlah PCR-nya yang sedikit. Center yang bisa periksa sedikit, tapi kalau alatnya diperbanyak bisa cepat. Dan kalo cepat bisa dilakukan pemeriksaan yang cukup banyak sehingga kita tahu the real numbers. Kalau the real numbers, artinya mungkin yang meninggal sekarang sekian, tapi real numbers yang positif jauh lebih banyak, enggak 10 persen (angka kematian)," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: