Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nyelekit Banget, Natalius Pigai Kritik Prabowo dan Jokowi

Nyelekit Banget, Natalius Pigai Kritik Prabowo dan Jokowi Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Aktivis HAM asal Papua, Natalius Pigai, menyoroti pidato pujian Prabowo Subianto kepada Presiden Joko Widodo. Menurut dia, sebagai Menteri Pertahanan tak ada masalah pujian itu disampaikan Prabowo ke Jokowi selaku atasannya di pemerintahan.

Namun, Pigai mengkritisi pujian itu dengan substansi yang terjadi saat ini. Kata dia, substansi Prabowo yang menyanjung Jokowi bekerja untuk rakyat lemah dan miskin jadi perhatiannya.

"Menjadi persilangan pandangan dengan kami. Soal Jokowi kerja untuk kemiskinan dan lemah. Secara statistik, Jokowi paling gagal dalam memberi perhatian kepada orang lemah dan miskin," kata Pigai dalam pesan singkatnya.

Baca Juga: Peringatan Keras Prabowo: Mau Taklukkan Corona, Jangan Saling Menyalahkan!

Dia menyebut sebelum pandemi Corona atau Covid-19 melanda Indonesia, jumlah orang miskin sudah 24 juta. Indeks kematian ibu 308 per 100 ribu kelahiran yang hidup. Jumlah partisipasi sekolah menengah pertama 67 persen terendah. 

Pigai juga menyinggung indeks ketahanan pangan rendah ke-17. Lalu, indeks pembangunan manusia atau IPM menurun dari 108 pada 2014 jadi posisi 116 pada 2019 di dunia.

"Lima tahun kepemimpinan Jokowi telah membesarkan orang kaya sebesar 17.000 orang dari 11 ribu triliun APBN, pundi-pundi orang kaya bertambah 10 persen tiap tahun. Kesenjangan paling tinggi di dunia. Pengangguran naik 7,05 juta. Pertumbuhan ekonomi 2019 turun dari 5,07 persen ke 5 persen pada 2020," jelas eks komisioner Komnas HAM periode 2012-2027 itu.

Kemudian, ia juga mempertanyakan substansi persatuan dan kesatuan di era Jokowi yang dimaksud Prabowo. Pigai bilang, selama Jokowi jadi Presiden RI terlihat ada beberapa persoalan dan negara tak bisa menyelesaikannya.

"Terlihat jelas bahwa secara vertikal antara negara dan rakyat sudah berada di titik nadir, relasi dengan agama Islam, dengan rakyat Papua, bumi putra telah menyebabkan potensi akan terjadinya gejolak horisontal," katanya.

"Contoh paling jelas adalah ketika seorang kulit hitam Melanesia tidak ikut sidang kabinet itu menunjukkan Jokowi menentang wujud nyata Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, bahkan bisa dianggap pemecah persatuan," sebut Pigai.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: