- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Jamin Stok Pangan di Tengah Covid-19, Dewan Ketahanan Pangan Harus Dioptimalkan
Pangan menjadi persoalan sangat strategis di tengah pandemi Covid-19. Ketersediaan stok pangan menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah produksi padi nasional turun, impor tersumbat, dan daya beli masyarakat menurun akibat terdampak pandemi virus Corona.
Demikian disampaikan Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Lukmanul Hakim dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai Antisipasi dan Mitigasi Sektor Pangan Terdampak Covid-19, Senin (27/20/20).
Dia mengusulkan agar pemerintah mengoptimalkan peran Dewan Ketahanan Pangan Nasional dan Dewan Ketahanan Pangan Daerah untuk mengoordinasikan ketersediaan dan distribusi pangan sehingga kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dan harganya terjangkau.
Baca Juga: Stok Bapok sampai Lebaran Terjaga, Airlangga yang Jamin
"Kami mengusulkan Dewan Ketahanan Pangan yang memimpin pengelolaan pangan nasional di tengah bencana nasional ini dengan menjadi off-taker produk-produk pertanian, peternakan, dan perikanan, serta berperan aktif dalam pendistribusian sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan, dan melibatkan BUMN, BUMD, swasta dan pihak terkait lainnya," ungkap Lukmanul.
Sebagaimana ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006, Dewan Ketahanan Pangan Nasional dipimpin oleh Presiden dengan Ketua Harian Menteri Pertanian. Sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Dewan Ketahanan Pangan Daerah dipimpin gubernur/bupati/wali kota.
"Dewan Ketahanan Pangan sangat powerful, sangat efektif untuk mengatasi permasalahan pangan," imbuh Lukmanul.
Realita di lapangan saat ini, sebagian produk pertanian tidak terserap oleh pasar karena tidak beroperasinya industri hotel, restoran dan kafe (horeka), dan ditutupnya mal-mal karena kebijakan Pematasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Produk pertanian yang terdampak, antara lain sektor hortikultura, sayuran, dan jagung yang kini harganya turun.
Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Indonesia Maxyedul Sola mengungkapkan, panen jagung saat ini baru 5-10 persen. Namun, harga jagung tertekan di bawah harga pokok produksi (HPP) jagung yang ditetapkan pemerintah Rp3.150 di tingkat petani dengan kadar air 15%.
"Produksi jagung diproyeksikan sekitar 4 juta ton. Namun, saat ini hasil panen belum terserap," ungkap Sola.
Di peternakan, surplusnya produksi ayam ras membuat harga di peternak jatuh. Saat ini industri pembibitan ayam ras dan BUMN diminta membeli kelebihan ayam tersebut agar harga di petenak mengalami kenaikan. Sektor perikanan juga mengalami hal yang sama, serapan pasar atas hasil tangkapan nelayan menurun sehingga harganya anjlok.
Sedangkan beras, justru mengalami kenaikan harga si pasar saat ini pada kisaran Rp11.000-Rp12.000 per kg beras medium. Selain karena permintaan tinggi, ini akibat penurunan produksi pada pada kuartal pertama 2020.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), luas panen padi pada periode Januari–April 2020 diproyeksikan seluas 3,8 juta hektare, dengan hasil produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebanyak 19,95 juta ton (produksi beras 11,43 juta ton). Konsumsi beras nasional pada periode sama mencapai 9,97 juta ton. Masih ada surplus beras 1,46 juta ton, namun ini hanya sepertiga dari surplus beras periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,07 juta ton.
Baca Juga: Harga Gula-Bawang Putih Melambung Tinggi, Mendag Diomeli Jokowi
Produksi padi tahun ini menurun tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 14,97 juta ton beras (25,8 juta ton GKG). Meski begitu cadangan beras dalam posisi aman, hingga Juni 2020 diperkirakan akan surplus 1,8 juta ton. Namun, bila tidak meningkatkan produksi setelah Juni 2020 perlu kebijakan untuk menambah cadangan beras.
"Titik kritisnya akan terjadi di akhir 2020 atau awal 2021, sehingga perlu adanya penambahan produksi atau impor beras," ungkap Prof Bustanul Arifin.
Kelangkaan stok terjadi pada gula. Harga gula mengalami kenaikan tajam dari Rp14.600 per kg menjadi Rp18.400 per kg, naik 36 persen (23 April 2020), bahkan langka di pasar modern dan tradisional. Produksi gula pada 2019 sebesar 2,23 juta ton, diperkirakan mengalami kenaikan pada 2020. Sedangkan konsumsi gula konstan pada kisaran 6 juta ton per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan gula selama ini dilakukan impor. Namun, pada 2020 terjadi keterlambatan keputusan impor dan alokasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk industri gula rafinasi menjadi tantangan fleksibilitas izin impor gula mentah dan gula putih (GKP).
"Titik kritis ketersediaan gula terjadi pada April-Mei-Juni 2020," ujar Bustanul.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti