Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Buruh Tertekan di Tengah Pandemi Corona: Tak Terima Pesangon, Tabungan Habis

Buruh Tertekan di Tengah Pandemi Corona: Tak Terima Pesangon, Tabungan Habis Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto

Buruh kontrak paling terdampak

Menurut Sarinah dari Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan, buruh kontrak, atau mereka yang dipekerjakan hanya untuk periode tertentu, lebih rentan dipecat dalam krisis ekonomi ketimbang karyawan tetap. Jumlah buruh kontrak yang sudah tidak lagi bekerja sulit ditentukan karena keberadaannya susah terdeteksi oleh serikat buruh, kata Sarinah.

"Ketika order itu menurun maka perusahaan akan mengurangi pekerja, yang akan dikurangi dulu adalah buruh-buruh dengan status kontrak atau outsourcing karena itu lebih gampang secara hukum dan itu tidak terlalu mahal. Berbeda misalnya kalau mereka harus melakukan PHK kepada buruh-buruh yang statusnya tetap, biayanya itu lebih besar karena ada pesangon," ujar Sarinah.

Satu bulan sebelum Lebaran biasanya dimanfaatkan perusahaan untuk melepas para buruh kontrak, sehingga mereka tidak perlu menunaikan kewajiban membayar THR, menurut Indrasari Tjandraningsih, pengajar Manajemen Hubungan Industrial di Universitas Parahyangan, Bandung.

"Karena sebelum krisis pun sudah banyak sekali praktik pekerja kontrak dilepas hanya beberapa minggu sebelum Lebaran, karena kewajiban membayar THR [harus dilakukan] dua minggu sebelum Lebaran. Itu sudah praktik lama dan sekarang terjadi lagi, dan alasan pandemi Covid-19 itu menjadi sangat sulit. Kita sulit membantah bahwa memang situasi sekarang ini memang membawa kesulitan, pengusaha sulit, pekerja jauh lebih sulit," kata Indrasari.

Pandemi Covid-19 juga mempersulit para buruh untuk mencari pekerjaan alternatif.

"Kalau di-PHK sebelum masa pandemi, mereka bisa mencari alternatif pekerjaan lain, apakah cari di pabrik lain atau banting setir dengan berjualan atau membuat produk-produk UMKM karena pasarnya ada, peluangnya ada. Tapi di masa sekarang, begitu dia di-PHK larinya ke bantuan keluarga, tapi dalam masa ini keluarga juga susah, berhutang juga susah," kata Indrasari.

"Pekerja-pekerja ini juga perlu bantuan sosial atau bantuan langsung tunai, atau program-program pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini, jadi mereka juga sasaran yang harus dimasukan ke dalam daftar penerima bantuan," tambahnya.

Humas Kemenaker Soes Hindharno mengatakan pemerintah telah memiliki beberapa program untuk membantu buruh yang kehilangan pekerjaan atau masyarakat umum lainnya yang terdampak Covid-19. Selain program Kartu Prakerja, ada juga program padat karya infrastruktur, padat karya produktif, tenaga kerja mandiri, dan program lainnya.

"Memang tujuannya itu tidak dikasih uang gratisan. Misalnya ada kelompok wirausaha mandiri, dikasih program yang ada manfaat atau benefit yang diterima langsung oleh si peserta tersebut, bukan seperti orang antre langsung dapat beras, telur, atau minyak. Jadi tetap melalui kelompok atau program yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Soes.

Saat ini, serikat buruh seperti Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan menggalang bantuan untuk membantu rekan-rekannya yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi. Federasi tersebut baru-baru ini mengumpulkan Rp10 juta yang dibagikan dalam bentuk susu, kebutuhan pokok, beras, dan gula.

"Ada satu anggota kami yang belum di-PHK tapi kemarin menyumbang beras 400 kg. Serikat-serikat lain juga melakukan hal yang sama, ada gerakan membagikan sumbangan di jalan," kata Sarinah.

"Tapi kami tidak tahu sampai kapan kami bisa seperti ini. Kalau situasi ekonomi jadi lebih buruk bisa jadi sekarang yang masih kerja juga bisa kena PHK," ujarnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: