Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa nilai tukar rupiah bisa kembali menguat ke level di bawah Rp15 ribu seperti pada minggu lalu. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue dan secara tren berdasarkan faktor fundamental masih akan menguat.
Dia mengatakan, faktor fundamental dipengaruhi oleh inflasi rendah, defisit transaksi berjalan kuartal pertama yang di bawah 1,5 persen dan keseluruhan tahun di bawah 2 persen PDB, serta perbedaan imbal hasil SBN 10 tahun Indonesia yang sebesar 8,02 persen sementara di AS 0,3-0,4 persen.
Baca Juga: Alhamdulillah, Nilai Tukar Rupiah Menuju Sasaran BI Rp15 Ribu/US$
"Perbedaan imbal hasil lebih dari 7,5 persen menarik bagi investor asing beli SBN kita dan mendukung nilai tukar rupiah," ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu.
Perry mengatakan, secara jangka pendek pergerakan nilai tukar rupiah memang masih naik turun karena faktor teknikal yang berdasarkan pada perkembangan berita terkini. Faktor teknikal tersebut yang membuat rupiah sempat berada di bawah Rp15 ribu pada minggu lalu, tetapi saat ini kembali lagi ke level Rp15 ribu.
Dia menjelaskan pada hari Senin kemarin, ada faktor berita negatif ketegangan AS-China karena Presiden Trump melihat ada kemunginan pengenaan tarif untuk China karena virus corona berasal dari Wuhan. Selain itu, ada ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan sehingga nilai tukar rupiah berada di posisi Rp15.050 per dolar AS pada Senin.
Kemudian pada Selasa muncul berita akan adanya pembukaan aktivitas ekonomi sejumlah daerah di AS yang membawa faktor positif sehingga rupiah menguat ke Rp15.030 per dolar AS. "Hari ini banyak berita positif yang akan membuat rupiah di bawah Rp15 ribu seperti dibukanya kembali aktivitas ekonomi di sejumlah wilayah di AS dan Eropa," jelas Perry.
Selain itu, faktor positif lain yang bisa mendorong penguatan rupiah pada hari ini adalah adanya pernyataan dari pejabat the Fed (bank sentral AS) yang menyatakan bahwa ekonomi AS akan membaik di semester II, walaupun di semester I terjadi resesi. "Kemudian juga harga minyak meningkat akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah," tambah dia.
Perry menambahkan, walaupun ada banyak faktor yang bisa mendorong penguatan rupiah, ada juga faktor negatif yang bisa membuat rupiah melemah seperti ketegangan AS-China serta keputusan Mahkamah Konstitusi Jerman yang menyebut 'quantitative easing' yang dilakukan bank sentral Eropa tidak konstitusional.
"Bagi kita, lebih baik melihat tren faktor fundamentalnya yang akan menentukan arah dan perkembangan nilai tukar rupiah ke depan," kata Perry.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: