Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Pilu ABK WNI di Kapal China: Makan Umpan Ikan, Minum Air Laut

Kisah Pilu ABK WNI di Kapal China: Makan Umpan Ikan, Minum Air Laut Kredit Foto: Antara/Triyan Wahyudi
Warta Ekonomi -

Tragedi perbudakan ABK WNI di kapal China Long Xing 629 sungguh mengelus dada. Bagaimana tidak, mereka sehari-hari diberi makan umpan ikan dan minum sulingan air laut. Mereka juga cuma dikasih tidur tiga jam.

Kisah pilu ini dibagikan lima dari 14 ABK kapal penangkap ikan itu saat singgah di Busan, Korea Selatan, sebelum diberangkatkan ke Indonesia. Mereka dipulangkan pemerintah Indonesia karena diduga mengalami eksploitasi.

Itu bukan cuma dugaan. Eksploitasi nyata terjadi. Dikutip dari BBC Indonesia, salah satu ABK Indonesia, BR, mengungkapkan jam kerja mereka di luar batas. Para ABK malang ini bekerja terus-menerus seperti mesin.

Mereka bekerja mencari ikan mulai pukul 11 siang hingga pukul 4-5 pagi. Delapan belas jam sehari. "Bekerja terus. Buat makan (hanya dapat waktu) sekitar 10 menit dan 15 menit. Setiap hari begitu," tuturnya dalam wawancara melalui video online, Kamis (7/5/2020).

Dalam sehari, mereka bisa hanya tidur tiga jam. Malah, ada yang pernah tidak tidur selama dua hari karena dipaksa terus bekerja. Kapten kapal mengharuskan pada ABK Indonesia memenuhi target tangkapan ikan dalam jumlah tertentu setiap harinya. "Mau protes, susah sekali, kita di tengah laut," imbuh BR.

Parahnya, meski bekerja membanting tulang, sejumlah ABK itu mengaku gaji mereka belum dibayar. Bukan cuma soal jam kerja yang gila-gilaan dan gaji yang belum dibayar. Para ABK ini juga mengeluhkan soal makanan yang mereka santap sehari-hari.

KR, ABK lain yang berusia 19 tahun mengungkapkan menu makanan mereka berbeda dengan para ABK lain yang bukan berasal dari Indonesia. Di dalam kapal penangkap ikan itu, awalnya ada 20 ABK WNI dan sekitar enam orang adalah ABK asal China.

"Mereka makan enak-enak, kalau kami seringkali makan ikan yang biasanya buat umpan itu," ujar pria asal Manado itu yang diamini rekannya, NA, ABK asal Makassar, Sulsel.

"Kalau makanan, mereka makan yang segar-segar," imbuhnya.

Minuman mereka, juga berbeda. Para ABK China diberi minum air mineral. "Kalau kami minum air sulingan dari air laut," ungkapnya sambil tersenyum getir. 

Perbudakan ini terungkap ketika video berisi pelarungan jenazah WNI ini ditayangkan media Negeri Ginseng, MBC News. Tak hanya satu, tapi tiga orang dibuang ke laut. Sementara, satu meninggal di fasilitas kesehatan di Busan.

Para ABK Indonesia ini mengaku sedih ketika menyaksikan jenazah tiga rekannya dilarung ke laut. Menurut mereka, jenazah seharusnya disimpan dalam pendingin dan dikuburkan ketika berlabuh di daratan. "Kami sudah ngotot, tapi kami tidak bisa memaksa, wewenang dari dia [kapten kapal] semua," beber NA. "Mereka beralasan, kalau mayat dibawa ke daratan, semua negara akan menolaknya," sambungnya.

Yang bisa mereka lakukan, hanya memandikan dan menyalati jenazah rekan-rekannya sebelum dibuang ke laut. Kelima ABK ini sepakat meminta pemerintah Indonesia melakukan gugatan hukum kepada pemilik kapal asing.

"Agar kejadian ini tidak terulang lagi," tegas mereka.

Kemenlu meminta pemerintah China menyelidiki perusahaan yang memperlakukan para ABK Indonesia itu secara tak layak. Kemenlu juga meminta perusahaan tersebut memenuhi kewajibannya kepada para ABK itu. Menlu Retno Marsudi mengatakan pemerintah China memastikan perusahaan di negaranya itu bertanggung jawab untuk mematuhi hukum yang berlaku dan kontrak yang sudah disepakati. Kasus ini kini tengah diselidiki oleh pemerintah Indonesia dan aparat keamanan Korsel.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Korsel, Umar Hadi, mengatakan proses hukum akan tetap berlanjut, meski para ABK itu kembali ke Indonesia. Sebelumnya, pemerintah sudah memulangkan delapan WNI yang bekerja di kapal Long Xing 605, tiga WNI yang bekerja di kapal Tian Yu 8, dan 18 WNI yang bekerja di Long Xing 606. Kapal-kapal itu dikelola perusahaan yang sama.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: