Guru Besar IPB dan Dirjen KLHK Ajak Masyarakat Hindari Kemasan Air Galon Sekali Pakai
Untuk mengurangi bahaya penumpukan sampah plastik di lingkungan, masyarakat sebaiknya menghindari konsumsi air kemasan galon sekali pakai. Hal ini karena air kemasan galon yang sudah puluhan tahun dikenal masyarakat lebih ramah lingkungan bisa diisi ulang dipabrik dan terbukti aman di konsumsi.
Hal itu disampaikan oleh Prof Ir Ahmad Sulaeman PhD, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Pakar Keamanan Pangan, serta Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati.
Baca Juga: Agar Sampah Plastik Gak Menumpuk saat Corona, Yuk Dukung Industri Daur Ulang
Prof DR Ahmad Sulaeman menegaskan setiap produk yang sudah dikemas dan disegel sesuai standar yang telah ditetapkan, sudah pasti hiegienis dan aman dikonsumsi.
Air Kemasan Galon yang diisi ulang di Pabrik sudah memenuhi standar keamanan pangan dan lebih ramah lingkungan. Hal ini disampaikan menanggapi klaim segelintir produsen air kemasan yang menggunakan galon sekali pakai yang mengklaim produk mereka lebih aman.
Ahmad Sulaeman meminta pemerintah untuk menegur pèrusahaan-perusahaan produsen air kemasan galon sekali pakai Le Minerale dan Cleo karena bertentangan dengan kebijakan pemerintah tentang penurunan limbah plastik.
Saat ini pemerintah melalui KLHK sudah mengeluarkan kebijakan phase out bebarapa jenis produk dan kemasan produk sekali pakai sebagaimana diatur dalam Permen LHK No. P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
“Langkah perusahaan produsen air kemasan galon sekali pakai itu kontradiksi dengan kebijakan pemerintah yang justru sedang berupaya mengurangi limbah plastik, seperti dengan penggunaan tumbler di sekolah, kampus, kantor, dan hotel-hotel, yang tidak lagi menyediakan air minum dalam kemasan,” ujarnya saat diwawancarai Sabtu (9/5/2020).
Padahal air kemasan galon yang sekarang digunakan telah dikonsumsi selama puluhan tahun dan sangat aman karena telah memperoleh izin keamanan pangan dari Badan POM, kata Ahmad.
Hal ini karena produk air kemasan galon sekali pakai itu akan memperberat pekerjaan pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi sampah plastik di lingkungan dan menambah beban pemerintah untuk mengurangi sampah plastik di laut.
“Ini akan memperberat tugas pemerintah dan masyarakat dalam penanganan limbah plastik,” tuturnya.
“Satu satunya upaya ya produsen air minum kemasan galon sekali pakai seperti Le Minerale dan Cleo harus menerima pengembalian kemasan bekas tersebut atau membeli ulang kemasan bekas tersebut, dan mereka harus me-recycle sendiri sampai menjadi plastik food grade kembali yang bisa digunakan kembali oleh mereka,” ucap Ahmad Sulaeman.
Pemerintah juga harus membuat kebijakan yang mewajibkan produsen air kemasan galon sekali pakai itu untuk menerima dan membeli bekas kemasan galon, untuk diolah menjadi produk lainnya.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan reward kepada industri-indutri pangan yang telah membantu pemerintah dalam mengurangi limbah kemasan plastik sekali pakai, Ahmad menjelaskan
Terkait hal ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan komunikasi dengan para produsen air kemasan dengan lebih gencar agar mereka juga melakukan langkah yang sejalan dengan Peraturan Pemerintah yang sudah dibuat.
“Jadi jika ada produsen makanan dan minuman seperti Cleo dan Le Minerale ini, yang mendorong pemakaian kemasan galon sekali pakai, kita akan berbicara lagi dengan industri AMDK itu untuk meminta bagaimana produsen itu bisa melaksanakan Peraturan Menteri LHK dan tidak menambah beban persoalan sampah plastik di Indonesia,” tandasnya.
Kata Vivien, KLHK akan memastikan mereka harus memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan pengelolaan sampah. Yaitu, untuk menarik kembali kemasan galon tersebut setelah dipakai konsumen untuk mereka daur ulang.
“Mekanisme penarikan kembali untuk didaur ulang sangat terbuka untuk mereka atur sendiri. Kami siap membangun komunikasi terkait mekanisme itu. Jika itu tidak dilakukan, mereka berarti para produsen itu melanggar peraturaan perundangan pengelolaan sampah dan sekaligus sangat berpotensi menambah jumlah sampah plastik yang membebani lingkungan,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: