Melihat Sertifikat Kekebalan Virus Corona Sejumlah Negara yang Jamin Masyarakat Tak Tertular Lagi
Kekebalan bukanlah jaminan, kata pejabat kesehatan
Masalah terbesar dari adanya sertifikat adalah sekarang ini belum ada jaminan jika mereka yang sembuh dari COVID-19 pasti akan kebal dari virus corona.
Penelitian awal menunjukkan beberapa orang yang tertular virus corona memang akan kebal.
Namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak bisa memberikan kepastian 100 persen soal itu.
"Saat ini, tidak ada bukti yang cukup mengenai efektivitas antibodi yang bisa menjamin kepastian sertifikat kekebalan," kata WHO pada tanggal 24 April.
Juga masih ada keraguan mengenai tes antibodi, apakah memang akurat untuk melihat tingkat kekebalan yang dimiliki seseorang atau tidak.
Negeri seperti Amerika Serikat dan Jerman sudah melakukan pendataan mengenai berapa orang yang sudah sembuh dari COVID-19.
Dr Van Kerkhove mengatakan sertifikat ini bisa memberikan harapan palsu.
"Kita khawatir seseorang yang memiliki sertifikat tidak akan mematuhi peraturan kesehatan yang masih harus dipatuhinya." katanya.
Apakah sertifikat ini akan membuat masyarakat jadi bebas?
Beberapa pakar kesehatan, pengacara dan sosiolog memperingatkan "sertifikat kekebalan" bisa membuat masyarakat terbelah.
Saat mereka yang sudah sembuh boleh keluar rumah dan berkegiatan, mereka yang harus tinggal di rumah akan menjadi iri.
"Orang-orang akan melihat ini sebagai solusi ekonomi, jawaban untuk maju ke depan," kata Professor Sosiologi dari University of Adelaide, Rachel Ankeny.
"Namun ini bisa menjadi sangat berbahaya, karena ini memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu."
Tak hanya itu, hal ini membuat beberapa orang dengan sengaja ingin tertular COVID-19 kata Alexandra Phelan, pakar masalah kesehatan global dari Georgetown University di Amerika Serikat.
"Sertifikat kekebalan akan menciptakan pembatasan tidak nyata mengenai siapa yang boleh melakukan kegiatan sosial, sipil atau ekonomi dan bisa membuat beberapa orang sengaja melakukan tindakan agar mereka tertular," kata Dr Phelan dalam tulisannya di jurnal medis The Lancet.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: